Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Duduk Perkara Dugaan Penggelapan Pendapatan PT EMA oleh Oknum di EEES dalam Proyek Migas Blok Sengkang

Ini Duduk Perkara Dugaan Penggelapan Pendapatan PT EMA oleh Oknum di EEES dalam Proyek Migas Blok Sengkang Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus dugaan penggelapan pendapatan yang melibatkan oknum di dalam Energy Equity Epic (Sengkang) Pty Ltd (EEES) terus berkembang. Kisruh ini disebut melibatkan Kenny Wisha Sonda (KWS) sebagai Legal and Commercial Counsel.

EEES, perusahaan asal Australia yang bergerak di sektor minyak dan gas, diduga merugikan PT Energi Maju Abadi (EMA), perusahaan nasional Indonesia. Hal ini terkait pengelolaan pendapatan dari Wilayah Kerja (WK) Sengkang, Sulawesi Selatan.

"Dalam perjanjian, seharusnya pendapatan EMA digunakan untuk membayar pinjaman EEES secara proporsional dengan kepemilikan Partisipasi Interes (PI) sebesar 49%. Namun, pendapatan tersebut digunakan tanpa persetujuan kami untuk pembayaran yang tidak pernah disepakati, dan EEES tidak tertib dalam memenuhi kewajiban pajak," ujar tim kuasa hukum PT EMA, Arsa Mufti Yogyandi, dalam keterangan tertulis.

Baca Juga: Sengketa Tanah di Kotamobagu Makin Marak, LQ Indonesia Law Firm Soroti Mafia Tanah dan Keberpihakan Hukum

Menurut dakwaan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, KWS dan beberapa petinggi EEES lainnya, termasuk Direktur yang merupakan warga negara Inggris dan General Manager perusahaan, diduga menggelapkan pendapatan yang seharusnya menjadi hak EMA. Berdasarkan Sale and Purchase Agreement (SPA) yang ditandatangani pada November 2018, PT EMA memiliki 49% PI di WK Sengkang. Namun, pendapatan ini digunakan tanpa persetujuan EMA.

Arsa menambahkan, "Setelah kami melakukan audit, ditemukan adanya pengelolaan dana yang tidak sesuai perjanjian. Pendapatan yang seharusnya digunakan untuk membayar biaya operasional WK Sengkang dan pajak, justru digunakan untuk pembayaran-pembayaran yang tidak pernah disepakati."

“Pihak EEES menggunakan pendapatan EMA melebihi batas yang telah disepakati, termasuk untuk membayar utang yang jauh lebih besar dari yang disetujui. Kami juga menemukan bahwa EMA tidak pernah mendapatkan distribusi pendapatan yang menjadi haknya,” imbuhnya.

Dalam pembelaannya, EEES berargumen bahwa harga pembelian 49% PI hanya sebesar USD 2, sehingga mereka tidak wajib mendistribusikan pendapatan tersebut. Namun, menurut PT EMA, mereka telah mengeluarkan biaya besar, termasuk USD 6 juta untuk signature bonus kepada Pemerintah RI dan Rp 23 miliar untuk jaminan pelaksanaan.

Kasus ini semakin rumit setelah PT EMA menerima dokumen keuangan dari EEES yang menunjukkan indikasi penggelapan. Berdasarkan perhitungan tim keuangan PT EMA, kerugian yang dialami dalam periode 2018 hingga 2023 mencapai USD 37,8 juta, termasuk pajak penghasilan yang tidak disetorkan oleh EEES.

"Kami telah beberapa kali mengirimkan surat peringatan kepada pihak EEES untuk mengoreksi tindakan mereka, namun tidak ada tanggapan yang memadai. Bahkan pada 31 Maret 2021, kami meminta EEES untuk merevisi klaim mereka kepada Bursa Efek Australia terkait kepemilikan 100% PI di WK Sengkang," tegas Arsa.

Diketahui, pada 12 September 2022, pihak EMA melaporkan KWS dan oknum di dalam EEES lainnya ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan atas dugaan penggelapan dan pencucian uang. 

Arsa juga mengungkapkan bahwa pada Desember 2022, EEES menagihkan pembayaran pajak kepada EMA untuk periode Maret hingga Desember 2021, meskipun PT EMA belum menerima pendapatan dari WK Sengkang pada periode tersebut. 

Baca Juga: Pakar Hukum USU Angkat Bicara Perihal Sengketa Merek

"Kami terkejut menerima surat penagihan pajak dari EEES, padahal EMA tidak pernah menikmati pendapatan dari WK Sengkang pada periode itu. Kami semakin curiga ketika diketahui bahwa ada perubahan skala prioritas penggunaan pendapatan dari WK Sengkang yang dilakukan oleh EEES dengan amandemen terhadap perjanjian fasilitasnya dengan kreditor, di mana EEES memprioritaskan pembayaran utangnya kepada kreditor di atas pembayaran pajak dan royalti kepada pemerintah RI. Kami khawatir bahwa hal tersebut akan menyebabkan tidak dibayarkannya pajak dari WK Sengkang," imbuhnya.

Kemudian, lanjut Arsa, surat penagihan pajak tersebut kemudian dibatalkan oleh EEES pada Juni 2023, namun masalah perpajakan PT EMA tetap menjadi persoalan, di mana KPP Migas masih menagih PT EMA atas pajak pendapatan yang tidak pernah diterima.

"Kami memahami bahwa kasus ini merupakan kejahatan kerah putih, namun kami berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak kami. Ini menjadi pelajaran penting bagi industri energi di Indonesia tentang pentingnya transparansi dan keadilan dalam kerja sama bisnis, terutama dengan perusahaan asing," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: