Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemanfaatan Biomassa untuk Co-Firing di PLTU Buka Peluang Ekonomi bagi Masyarakat

Pemanfaatan Biomassa untuk Co-Firing di PLTU Buka Peluang Ekonomi bagi Masyarakat Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar campuran di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal. Co-firing, yang menggabungkan biomassa dengan batu bara, tidak hanya mendukung transisi energi bersih, tetapi juga memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal. Demikian disampaikan oleh Defiyan Cori, ekonom konstitusi dari Universitas Gadjah Mada.

"Co-firing yang merupakan proses mencampur biomassa dengan batu bara di pembangkit listrik berbahan bakar fosil itu dapat menciptakan lapangan kerja dan mendukung ekonomi lokal melalui pengolahan limbah pertanian, kehutanan, atau perkebunan,” kata Defiyan.

Defiyan menjelaskan bahwa penggunaan biomassa dalam co-firing mampu mengurangi emisi karbon dan memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat setempat. Bahan biomassa yang digunakan, seperti limbah pertanian, dapat dijual oleh masyarakat, memberikan penghasilan tambahan bagi mereka.

“Ketika masyarakat menyadari nilai ekonomis dari limbah yang mereka hasilkan, maka bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sekaligus berkontribusi pada pengurangan emisi karbon,” jelasnya.

Baca Juga: PLN Indonesia Power Kurangi Emisi dengan Dedieselisasi dan Cofiring, Ini Hasilnya!

Sebagai bagian dari upaya mendukung pemanfaatan biomassa ini, Defiyan merekomendasikan agar pemerintah memberikan subsidi dan insentif. Hal ini dianggap penting untuk menjaga daya saing biomassa di pasar domestik, mengingat Indonesia pada 2022 telah mengekspor sekitar 500 ribu ton pelet kayu dan 4,5 juta ton cangkang sawit.

“Jika harga dalam negeri lebih menarik, bahan-bahan ini bisa dimanfaatkan untuk co-firing di dalam negeri,” tambahnya.

Defiyan menekankan bahwa dengan dukungan yang tepat, co-firing dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

"Hal itu bisa sebagai alternatif dari impor minyak dan BBM yang hingga pertengahan 2024 telah menguras devisa sebesar Rp126,4 triliun,” ujarnya.

Baca Juga: Berdampak Positif, PLN Terus Kembangkan Ekosistem Biomassa Berbasis Masyarakat

Saat ini, teknologi co-firing telah diterapkan di sebagian besar PLTU, menggunakan bahan seperti serbuk gergaji, sekam padi, dan cangkang sawit sebagai campuran. Pada 2023, co-firing biomassa terbukti mengurangi emisi karbon hingga 1,05 juta ton CO2 dan meningkatkan produksi energi sebesar 1,04 terawatt jam (TWh), naik 77% dibandingkan tahun sebelumnya.

Defiyan berharap pemerintah, khususnya Kementerian ESDM, dapat mengambil langkah proaktif dalam memperluas penerapan teknologi ini. Dengan demikian, Indonesia dapat mengurangi impor energi dan memperkuat ketahanan energi nasional, sambil memajukan perekonomian daerah melalui optimalisasi potensi lokal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: