Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cegah Hilirisasi Nikel Dongkrak Emisi, Pakar Dorong Industri Gunakan EBT

Cegah Hilirisasi Nikel Dongkrak Emisi, Pakar Dorong Industri Gunakan EBT Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi nikel yang lebih masif berpotensi menaikkan emisi karbon Indonesia, lantaran masih adanya ketergantungan pada PLTU batu bara pada operasi produksi nikel.

Rencana kenaikan produksi dari empat perusahaan nikel besar di Indonesia saja, yakni PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Merdeka Battery Materials (MBMA) Tbk, PT Trimegah Bangun Persada (Harita Nickel) Tbk, dan PT Vale Indonesia Tbk, diprediksi meningkatkan emisi karbon 38,5 juta ton CO2 pada 2028.

Baca Juga: Prabowo Ingin Hilirisasi Cepat Terlaksana: Bikin Daftar, Segera Cari Dana!

Hal ini diungkapkan dalam laporan terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) “Indonesia's Nickel Companies: The Need for Renewable Energy Amid Increasing Production”.

Laporan ini mengungkapkan, Antam, MBMA, Harita, dan Vale, yang mewakili 26% produksi nikel Indonesia, menghasilkan logam nikel 350 ribu ton pada tahun lalu, dengan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 15 juta ton.

Pada tahun yang sama, keempat perusahaan ini berhasil meraup laba US$996 juta dan pendapatan US$6,8 miliar. Keempat perusahaan ini berencana menaikkan kapasitas total produksinya menjadi 1,05 juta ton logam nikel pada 2028. 

“Seiring perusahaan nikel Indonesia menikmati pertumbuhan laba dan skala bisnisnya, dengan rencana meningkatkan produksi lebih dari dua kali lipat dalam 3-5 tahun ke depan, sudah saatnya dilakukan percepatan transisi dari batu bara,” kata Ghee Peh, penulis laporan dan Analis Keuangan Energi IEEFA.

Saat ini, Antam tercatat hasilkan emisi terbesar dari setiap ton nikel yang diproduksi, yakni 69,9 ton CO2 per ton nikel (tCO2/tNi). Sementara Harita menempati posisi kedua dengan angka emisi 68,4 tCO2/tNi, disusul MBMA 56,9 tCO2/tNi, dan terakhir Vale 28,7 tCO2/tNi.

Tingginya emisi ketiga perusahaan lantaran masih mengandalkan PLTU untuk proses produksinya, sementara Vale telah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan pembangkit listrik berbasis biodiesel untuk sumber listriknya.

Baca Juga: Dukung Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Menperin Tancap Gas Lanjutkan Hilirisasi

Laporan IEEFA memproyeksikan kenaikan emisi berdasarkan rencana peningkatan kapasitas produksi nikel empat perusahaan. Pertama, jika intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) keempat perusahaan tidak berubah dari posisi 2023. Kedua, jika perusahaan mengupayakan intensitas emisinya sama dengan Vale.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: