Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cara Membedakan Orang yang Betulan Kaya dan Pura-Pura Kaya

Cara Membedakan Orang yang Betulan Kaya dan Pura-Pura Kaya Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Makna kekayaan bersifat relatif dan dapat berbeda bagi setiap individu, tergantung pada perspektif dan nilai yang dipahami. Namun, secara umum, status kaya sering kali diasosiasikan dengan indikator material. Dalam konteks ini, kekayaan seseorang biasanya diukur melalui berbagai aspek, seperti jumlah aset yang dimiliki, gaya hidup, hingga kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tanpa kendala finansial.

Sayangnya, tidak sedikit orang yang sengaja memanipulasi atau tidak sengaja termanipulasi berbagai indikator material tanda kekayaan tersebut. Padahal, hal ini bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. 

Nah, untuk membedakan seseorang yang kaya dan “pura-pura kaya”, pertimbangkan beberapa tips berikut. 

1. Kebiasaan Pamer Kekayaan (Flexing)

Orang betulan kaya:

Mereka umumnya tidak tertarik untuk memamerkan kekayaannya di media sosial. Hal ini berkaitan dengan konsep quiet luxury, di mana kemewahan yang mereka miliki tampil dalam bentuk sederhana namun eksklusif. Sebagai contoh, seorang konglomerat mungkin memakai jam tangan bernilai miliaran rupiah, tetapi tanpa logo mencolok.

Orang pura-pura kaya:

Sebaliknya, orang yang pura-pura kaya cenderung haus validasi sosial. Mereka memamerkan barang-barang dengan logo mencolok untuk menunjukkan status sosial. Penelitian dalam psikologi sosial menunjukkan bahwa perilaku ini sering dipicu oleh keinginan untuk diterima dan dihargai dalam lingkungan sosial tertentu (Journal of Consumer Research, 2016).

2. Pola Pengelolaan Keuangan

Orang betulan kaya:

Mereka mengelola aset dengan baik, memahami literasi keuangan, dan cenderung berinvestasi untuk keuntungan jangka panjang. Salah satu contohnya adalah Warren Buffett, yang terkenal dengan gaya hidup hemat meskipun memiliki kekayaan luar biasa.

Orang pura-pura kaya:

Orang-orang ini cenderung konsumtif dan boros. Mereka memprioritaskan gaya hidup yang tampak mewah tanpa memperhatikan keberlanjutan finansial. Fenomena ini disebut dalam ekonomi perilaku sebagai status-seeking consumption, yaitu pengeluaran yang bertujuan meningkatkan status sosial namun tidak berkontribusi pada stabilitas keuangan.

Baca Juga: Berani Ambil Risiko, Ini Deretan Miliarder yang Kaya dari Kripto

3. Sumber Pendapatan

Orang betulan kaya:

Mereka biasanya memiliki banyak sumber pendapatan. Contohnya adalah konglomerat yang menjalankan berbagai lini usaha atau memiliki investasi di sektor yang berbeda. Selain itu, mereka cenderung memiliki pendidikan tinggi dan jaringan relasi yang luas, yang mendukung diversifikasi sumber penghasilan.

Orang pura-pura kaya:

Sebaliknya, orang yang pura-pura kaya sering mengandalkan satu sumber pendapatan, misalnya pekerjaan utama. Hal ini membuat mereka lebih rentan secara finansial, terutama dalam menghadapi situasi darurat.

4. Pola Konsumsi: Quiet Luxury vs Flashy Brands

Orang betulan kaya:

Pola konsumsi mereka sering mencerminkan kesederhanaan meski barang yang dimiliki bernilai sangat tinggi. Konsep quiet luxury merepresentasikan hal ini—di mana eksklusivitas tidak dipamerkan, melainkan hanya dikenali oleh sesama kalangan elite.

Orang pura-pura kaya:

Mereka lebih memilih barang dengan logo besar dan mencolok untuk menunjukkan status sosial. Studi dalam Journal of Marketing Research (2018) menyatakan bahwa perilaku ini erat kaitannya dengan pencarian identitas melalui konsumsi.

5. Sikap terhadap Gaya Hidup dan Empati Sosial

Orang betulan kaya:

Karena terbiasa dengan kemewahan sejak kecil, mereka terkadang terlepas dari realitas hidup masyarakat menengah bawah. Perilaku ini disebut tone deafness atau ketidakpekaan sosial, yang sering muncul karena mereka tidak pernah mengalami kesulitan finansial.

Orang pura-pura kaya:

Sebaliknya, mereka lebih sering menunjukkan empati sosial sebagai bagian dari pencitraan untuk memperkuat validasi publik. Orang pura-pura kaya lebih mengutamakan kesan visual untuk mendapatkan pengakuan sosial.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: