Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dipastikan tidak akan mengabaikan pelindungan pekerja/buruh, terutama yang berada di sektor padat karya maupun yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kepastian pelindungan pekerja di tengah implementasi kebijakan PPN 12% disampaikan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli melalui Siaran Pers Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Sabtu (21/12/2024).
Baca Juga: Peran UMKM untuk Perekonomian Indonesia Menakjubkan
“Kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% adalah amanat UU yang mengusung prinsip keadilan. Kenaikan bersifat selektif. Mereka yang mampu akan membayar pajak lebih banyak, sementara masyarakat yang tidak mampu akan mendapatkan perlindungan penuh dari negara,” ujar Menaker Yassierli.
Menaker menyampaikan pemerintah memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan untuk pekerja di sektor padat karya.
Tak hanya itu, iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang ditanggung BPJS Ketenagakerjaan juga didiskon 50% selama enam bulan guna meringankan beban perusahaan dan pekerja.
Kemudian untuk pekerja yang terkena PHK, pemerintah menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan manfaat tunai sebesar 60% flat dari upah selama lima bulan, pelatihan senilai Rp2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja.
“Kami ingin memastikan bahwa para pekerja yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki daya beli dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka,” tegas Yassierli.
Ia menilai kebijakan tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah tantangan ekonomi global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement