Open source disebut akan berperan signifikan dalam perkembangan kecerdasan buatan atau AI. “Masa depan AI terletak pada open source,” ujar Vony Tjiu, Country Manager Indonesia, Red Hat. Menurut Vony, open source menjadi fondasi utama yang memungkinkan perusahaan di berbagai industri untuk memanfaatkan potensi AI secara maksimal.
Vony mengatakan dengan makin banyaknya pendatang baru di lanskap enterprise AI, tantangannya adalah bagaimana menciptakan diferensiasi yang benar-benar kompetitif, bukan hanya mengimbangi status quo tersebut.
Ketika AI berkembang lebih jauh dari sekadar otomatisasi sederhana menjadi alat analitik prediktif, pembuatan konten, hingga pengambilan keputusan yang kompleks, open source hadir sebagai solusi yang memungkinkan inovasi dilakukan lebih cepat, lebih murah, dan lebih inklusif.
Di kawasan Asia Pasifik, adopsi AI berbasis open source menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Lonjakan proyek AI generatif berbasis open source mencapai 98%, dengan kontribusi terbesar berasal dari India, Jepang, dan Singapura. Tren ini mencerminkan bahwa inovasi berbasis open source telah menjadi katalis utama dalam mengintegrasikan teknologi canggih ke dalam berbagai sektor industri. Platform dan tools open source, yang dilengkapi dengan lisensi terbuka, membantu mendemokratisasi akses ke teknologi ini. Hal ini memberikan kesempatan bagi perusahaan kecil sekalipun untuk bersaing di panggung global, menciptakan arena kompetisi yang lebih setara.
“Selain mendemokratisasi inovasi, open source juga menawarkan fleksibilitas yang sangat diperlukan oleh perusahaan dalam menghadapi tantangan seperti biaya tinggi, perlindungan data, dan keterbatasan keterampilan. Dengan kolaborasi aktif dari komunitas global, berbagai solusi berbasis open source dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik organisasi. Keunggulan lainnya adalah kemampuan komunitas untuk menemukan dan memperbaiki kerentanan dengan cepat, sehingga meningkatkan kepercayaan pada hasil yang dihasilkan oleh AI,” ujar Vony.
Transformasi teknologi ini juga menggeser prioritas utama perusahaan di Asia Pasifik menjadi soal kecepatan, fleksibilitas, dan inovasi. Dalam konteks ini, integrasi AI yang sederhana ke dalam operasional bisnis menjadi sangat penting. Dengan fleksibilitas untuk menjalankan workload AI di berbagai lingkungan, perusahaan dapat tetap gesit dan siap beradaptasi dengan perubahan. Open hybrid cloud kini menjadi standar yang tak terhindarkan, memberikan dasar teknologi yang konsisten untuk mendukung berbagai kebutuhan operasional.
Di Indonesia, sektor keuangan memimpin adopsi AI ini, memberikan harapan akan peran besar teknologi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital. AI diperkirakan akan memberikan kontribusi signifikan sebesar US$366 miliar kepada ekonomi Indonesia pada tahun 2030. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan penyedia layanan yang andal dengan infrastruktur yang memadai untuk mendukung langkah besar tanpa memerlukan pengembangan yang berlebihan.
Pemanfaatan AI yang berkelanjutan juga menjadi perhatian utama. ChatGPT, misalnya, menjadi titik kesadaran akan potensi AI dalam bisnis, meskipun beberapa perusahaan terkadang tergesa-gesa mengambil keuntungan tanpa memikirkan strategi jangka panjang. Menurut studi AI Readiness Barometer oleh Ecosystm untuk IBM, kematangan AI atau AI maturity memerlukan fondasi kuat dalam empat aspek utama, yaitu budaya dan kepemimpinan, keterampilan sumber daya manusia, landasan data yang solid, serta framework tata kelola yang baik.
Sayangnya, banyak perusahaan masih tertinggal dalam hal ini. Untuk mencapai kematangan AI, organisasi perlu membangun budaya inovasi yang kuat, meningkatkan keterampilan karyawan, dan menyelaraskan teknologi dengan tujuan strategis bisnis mereka. Pendekatan yang sabar dan strategis diperlukan, terutama untuk area yang lebih kompleks di mana AI dapat memberikan nilai tambah yang signifikan.
Vony Tjiu memprediksi bahwa pada tahun 2025, AI akan menjadi landasan utama dari inovasi, dengan integrasi yang lebih mendalam ke berbagai aspek bisnis. Open source akan terus menjadi elemen kunci yang membentuk masa depan teknologi ini. Data, sebagai tulang punggung utama AI, akan mendapatkan perhatian lebih besar dari perusahaan, terutama dalam memastikan integritas dan keasliannya. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan yang lebih besar terhadap dunia yang semakin digerakkan oleh AI.
“Tahun 2025 akan menjadi tonggak penting di mana tren-tren ini bersatu untuk menciptakan lanskap AI yang inklusif. Masa depan ini tidak hanya memungkinkan bisnis besar untuk membuka potensi penuh teknologi, tetapi juga memberi peluang yang sama bagi perusahaan kecil untuk berinovasi. Dengan open source sebagai fondasinya, AI dapat menjadi motor penggerak utama yang membawa dunia ke era transformasi baru yang lebih cerah dan berkelanjutan,” pungkas Vony.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi
Advertisement