Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Putusan MK Bikin Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak

Putusan MK Bikin Perusahaan Asuransi Tak Bisa Batalkan Klaim Sepihak Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengucapan Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024 dalam perkara Pengujian Materiil Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang dimohonkan oleh Maribati Duha, pada Jum’at (3/1/2025).

Dalam Amar Putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh Pemohon inkonstitusional bersyarat. Putusan ini membuat perusahaan asuransi tidak dapat melakukan pembatalan klaim secara sepihak alias harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung.

“Menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan”, ucap Suhartoyo saat pembacaan amar Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024, seperti yang dikutip dari laman resminya di Jakarta, Sabtu (4/1/2025).

Baca Juga: MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, DPR: Wajib Tindaklanjuti karena Final

Pertimbangan hukum Mahkamah sebagaimana yang dibacakan oleh Hakim Ridwan Mansyur menyatakan bahwa yang menyebabkan norma Pasal 251 KUHD inkonsitusional bersyarat karena berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, terutama jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik.

Hal ini dikarenakan Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau cara pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal yang disembunyikan dalam membuat perjanjian, kecuali sekadar ada pilihan akibat yang timbul, yaitu perjanjian tersebut batal atau perjanjian tersebut tidak akan diadakan atau akan diadakan dengan syarat yang berbeda, jika hal-hal yang keliru atau disembunyikan diketahui sebelumnya.

“Norma Pasal 251 KUHD setelah dicermati secara seksama oleh Mahkamah merupakan norma yang berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, khususnya jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan iktikad baik," ucap Ridwan.

Sebab, norma Pasal 251 KUHD tidak secara tegas mengatur mekanisme syarat batal atau cara pembatalan dilakukan jika terdapat hal-hal yang disembunyikan dalam membuat perjanjian, kecuali sekadar ada pilihan akibat yang timbul, yaitu perjanjian tersebut batal atau perjanjian tersebut tidak akan diadakan atau akan diadakan dengan syarat yang berbeda, jika hal-hal yang keliru atau disembunyikan tersebut diketahui sebelumnya.

“Oleh karena itu, nampak dengan nyata tidak terdapatnya penegasan berkenaan dengan tata cara pembatalan akibat adanya hal-hal yang keliru atau disembunyikan dalam pemberitahuan oleh pihak tertanggung berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh penanggung,” kata Ridwan saat Pembacaan Pertimbangan Hukum.

Padahal, sifat suatu perjanjian seharusnya memberikan posisi yang seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian. Sementara, addresat norma Pasal 251 KUHD hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama dengan pihak penanggung. Karena itu, Mahkamah akhirnya memberikan penegasan dan pemaknaan terhadap norma ketentuan Pasal 251 KUHD.

Baca Juga: Resolusi Cerdas Tahun Baru, Jaga Keamanan Finansial dengan Review dan Update Polis Asuransi

“Sifat suatu perjanjian yang seharusnya memberikan posisi yang seimbang atas dasar prinsip-prinsip perjanjian, yang di antaranya syarat kebebasan berkontrak dan harus adanya kesepakatan para pihak, di samping prinsip-prinsip yang lainnya, maka addresat norma Pasal 251 KUHD yang seolah-olah hanya ditujukan untuk memberi peringatan kepada tertanggung saja, tanpa memberikan keseimbangan hak dari pihak tertanggung atas perjanjian yang dibuat bersama dengan pihak penanggung, sehingga telah menjadi kesepakatan adalah norma yang tidak memberikan pelindungan dan kepastian hukum yang adil khususnya bagi tertanggung,” jelas Ridwan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: