Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pihak Ted Sioeng Keberatan Saksi Kunci Tidak Dihadirkan Jaksa, Ahli Hukum Beri Pendapat Hukumnya

Pihak Ted Sioeng Keberatan Saksi Kunci Tidak Dihadirkan Jaksa, Ahli Hukum Beri Pendapat Hukumnya Kredit Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm
Warta Ekonomi, Jakarta -

Persidangan kasus pidana dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada, dengan terdakwa Ted Sioeng masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam persidangan, Rabu (22/1/2025) lalu, sejumlah saksi memberikan keterangannya yakni Kepala desa Cikarenye, dan saksi ahli Guru Besar Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Kedua saksi itu merupakan saksi yang diajukan jaksa penuntut umum. 

Julianto Asis, Kuasa Hukum Ted Sioeng menilai seharusnya Jaksa menghadirkan saksi-saksi kunci pada kasus ini, bukan hanya mengutip berita acara pemeriksaan.

Ia menyebut saksi yang seharusnya dihadirkan seperti Hariyono Tjahjarijadi, Benny Tjokrosaputro, Muliani Santoso, dan Stephanie Wilamarta.

"Kami nyatakan keberatan karena tidak dipanggil sesuai dengan KUHAP, jika persidangan menghendaki mencari kebenaran materil maka seharusnya saksi tersebut dihadirkan bukan malah dibacakan BAPnya saja," ujar Julianto kepada wartawan, Minggu  (2/2/2025).

Para saksi kunci tersebut, lanjut Julianto, mengetahui betul aliran dana Ted Sioeng dan duduk perkara yang dianggap malah menghilangkan aset Ted. Ia menyebut akan terus berupaya membantah tuduhan-tuduhan JPU melalui saksi yang akan dihadirkan nantinya.

Seperti legal bank, notaris yang ditunjuk bank, serta ahli perbankan dan ahli forensik keuangan yang mengerti aliran dana.

Terhadap hal ini, mantan Kepala Bareskrim Polri Komjen (Purn) Ito Sumardi menyebut, peran saksi kunci dalam persidangan sangat penting karena mereka merupakan alat bukti utama dalam sistem pembuktian hukum pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

Ito menyebut keterangan saksi ditempatkan sebagai alat bukti pertama di atas alat bukti lainnya seperti ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Tanpa saksi, pembuktian sering kali sulit dilakukan.

Keterangan saksi kunci, kata dia, dapat memengaruhi arah keputusan hakim karena dianggap memiliki kekuatan pembuktian yang signifikan. Jika saksi tidak hadir setelah dipanggil secara sah, hakim dapat memerintahkan kehadiran paksa mereka. 

"Karena perannya yang vital, saksi kunci juga membutuhkan perlindungan hukum untuk memastikan mereka dapat memberikan keterangan tanpa tekanan atau ancaman," tuturnya. 

Ito menyebut, jika jaksa enggan memanggil saksi kunci, maka protes dan keberatan bisa diajukan terdakwa atau kuasa hukumnya. Hal ini bertujuan untuk memastikan pengungkapan kebenaran materiil dalam persidangan.

Bahkan saksi yang menolak hadir tanpa alasan sah setelah dipanggil secara sah dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 224 KUHP, dengan ancaman penjara maksimal 9 bulan atau denda.

"Berdasarkan Pasal 159 Ayat (2) KUHAP, jika saksi yang dipanggil secara sah tidak hadir tanpa alasan yang dapat diterima, hakim dapat memerintahkan pemanggilan paksa terhadap saksi tersebut untuk dihadapkan ke persidangan,' tuturnya. 

Ito mengatakan, keterangan saksi yang hanya dibacakan berdasarkan BAP, memiliki nilai pembuktian yang lebih rendah dibandingkan keterangan langsung, karena hakim tidak dapat mengobservasi saksi untuk menilai kredibilitasnya secara langsung.

Ketidakhadiran saksi kunci, lanjutnya, juga dapat menghambat pengungkapan fakta secara menyeluruh, terutama jika keterangan tersebut sangat menentukan jalannya perkara.

Jika jaksa enggan memanggil saksi kunci, lanjut Ito, hakim memiliki kewajiban untuk memastikan hak-hak terdakwa terpenuhi dalam proses pembelaan. Bahkan, kata dia, hakim dapat menunda sidang hingga saksi dihadirkan. Hal ini dilakukan demi melindungi hak terdakwa. 

Di kesempatan sama, Pakar hukum pidana dari UMJ Chairul Huda menyebut dalam KUHAP memang tidak dikenal istilah saksi kunci.

Namun, dia menegaskan, jika pihak terdakwa meminta kepada majelis agar jaksa menghadirkan saksi yang dianggapnya dapat meringankan, tentu bisa dilakukan. Jika hakim perintahkan JPU untuk menghadirkan, kata dia, maka jaksa wajib menghadirkan. 

"Semua saksi mempunyai kedudukan yang sama dalan pembuktian, namun ada kalanya seseorang menjadi saksi sekaligus korban dari tindak pidana selayaknya mendapat prioritas pemeriksaan baik di penyidikan maupun di pengadilan," tuturnya. 

Di kesempatan terpisah, Agustinus Pohan Pakar Hukum Universitas Katolik Parahyangan berpendapat, salah satu persoalan dalam KUHAP di Indonesia adalah belum adanya kedudukan yang setara antara JPU dan terdakwa dalam kewenangan menghadirkan saksi.

Karenanya, seyogyanya terdakwa dan kuasa hukumnya harus dapat meyakinkan Majelis bahwa kehadiran saksi tersebut sangat dibutuhkan agar kebenaran materil dapat diwujudkan.

"Sesungguhnya hal ini bisa diatasi lewat kewenangan hakim untuk memerintahkan kehadiran saksi. Dalam hal ini Majelis dapat menggunakan kewenangan tersebut sebagai upaya untuk menemukan kebenaran materil," tuturnya. 

Sementara Abdul Fickar Hadjar, Pakar Hukum Universitas Trisakti mengamini bahwa saksi kunci merupakan saksi yang perannya sangat strategis dan menentukan.

Bila Jaksa enggan menghadirkan saksi kunci, kata Fickar, maka hakim bisa menerintahkan Jaksa untuk memanggil secara paksa. Sedangkan jika saksi kunci itu tidak hadir karena alasan yang sah, maka bisa BAP-nya dibacakan.

"Karena saksi ini melihat, mendengar, bahkan merasakannya sendiri, saksi ini biasanya korban," ujarnya. 

Seperti diketahui, jaksa mendakwa pengusaha Ted Sioeng melakukan penipuan dan penggelapan dana senilai Rp133 miliar milik PT Bank Mayapada Internasional Tbk. Dakwaan tersebut dibacakan oleh JPU Setyo Adhi Wicaksono dalam sidang di PN Jakarta Selatan pada Kamis (2/1/2025).

Kasus ini bermula pada Agustus 2014, ketika Ted mengajukan kredit bertahap hingga total mencapai Rp203 miliar. Pinjaman awal sebesar Rp70 miliar.

Jaksa menyebut Ted mengajukan pinjaman tambahan senilai Rp118 miliar antara 2018 dan 2019. Namun, Ted hanya mengembalikan Rp70 miliar dari total pinjaman tersebut. 

Dalam nota pembelannya, Ted Sioeng membantah dakwaan Jaksa. Ted mengaku sudah kenal dan menjalin persahabatan dengan Dato Sri Tahir selama lebih dari 40 tahun. Ted merasa Tahir juga menganggap dirinya teman bisnis yang baik.

Atas dasar hubungan pertemanan inilah, Dato Sri Tahir meminta Ted untuk membeli apartemen miliknya yang ada di Singapura pada tahun 2014. Saat itu, Ted mengaku tidak memiliki uang. Kemudian, Dato Sri Tahir menawarkan untuk mengambil personal loan di Bank Mayapada sebesar Rp70 miliar.

“Prosesnya begitu gampang, juga pinjaman diberikan tanpa ada jaminan. Jauh dari birokrasi dalam proses peminjaman di Bank yang berbelit-belit. Saya maklum saja karena Dato Tahir adalah pemilik sekaligus pemegang saham pengendali PT Bank Mayapada Internasional,” ucapnya.

Pinjaman tersebut kemudian masuk ke rekening Ted di Bank Mayapada. Saat itu, Ted mengaku diminta menandatangani beberapa cek kosong sebagai pembayaran atas pembelian apartemen milik Dato Tahir di Singapura.

Ia mengaku, tidak pernah mengambil atau mentransfer uang dari nomor rekening dirinya tersebut. Ia mengaku hanya tahu akan mendapatkan apartemen Grange Infinite #32-01, Singapore, yang dibeli dari Dato Tahir.

Ted mengungkapkan, karena apartemen yang dibeli dari Dato Sri Tahir belum juga balik nama atas nama Ted meskipun telah dibayar lunas, maka tahun 2017 Ted menemui Tahir untuk menyampaikan keberatan mengenai beban bunga pinjaman yang terus dibayar dan soal kepemilikan apartemen yang belum balik nama.

“Saya usulkan agar Saudara Dato Tahir mengambil kembali apartemen tersebut dan saudara Dato Tahir menyetujui permintaan saya itu. Setelah apartemen diambil kembali oleh Saudara Dato Tahir mestinya plafon pinjaman saya di Bank Mayapada sebesar Rp70 miliar itu dihapuskan, namun Bank Mayapada tetap mencatatkan pinjaman tersebut sebagai kewajiban saya di Bank,” sambungnya.

Dalam eksepsinya, Ted juga membantah telah melakukan tindak pidana menguntungkan diri sendiri dengan mencatut nama orang dengan menipu bersama kebohongan untuk menghapus utang tertanggal 5 Agustus 2014 mengajukan pinjaman fasilitas kredit sebesar Rp70 miliar di Bank Mayapada.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: