Waspada Hipertensi! 'Silent Killer' yang Mengancam Semua Usia. InaSH Kupas Tuntas Risiko Komplikasi- Pengobatan yang Efektif

Indonesian Society of Hypertension (InaSH) bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan menggelar The 19th Annual Scientific Meeting Indonesian Society of Hypertension (InaSH) 2025” yang akan diadakan pada tanggal 21-23 Februari 2025 di Jakarta. Mengusung tema “Hypertension Control and Prevention of Cerebro-Cardio- Renovascular Disease through Multidisciplinary Collaboration” acara ini merupakan agenda tahun sebagai upaya edukasi tentang hipertensi dan tatalaksananya kepada para dokter, masyarakat, termasuk media.
dr. Eka Harmeiwaty, Ketua InaSH, mengatakan rendahnya keberhasilan pengendalian hipertensi masih perlu menjadi sorotan bagi berbagai pihak, serta merupakan tanggung jawab bersama. Kolaborasi berkesinambungan antara masyarakat, pemerintah, tenaga kesehatan, komunitas, dan organisasi lainnya sangatlah dibutuhkan untuk memerangi kondisi hipertensi, serta mencapai tujuan pengendalian hipertensi di Indonesia mengingat insidensi hipertensi yang merupakan silent killer terus bertambah dan bahkan bisa terjadi kepada semua usia, mula idari anak-anak, remaja, usia produktif dan ibuhamil.
Hipertensi dalam kehamilan misalnya, tidak hanya meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas bagi ibu, tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi serius seperti preeklamsia, eklamsia, gangguan pertumbuhan janin, bahkan kematian ibu maupun janin.
Dalam beberapa kasus, hipertensi pada kehamilan juga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah, yang keduanya tentu memiliki dampak jangka panjang terhadap kesehatan anak. Oleh sebab itu, pencegahan primordial terhadap hipertensi secara dini perlu dilakukan dalam upaya mengendalikan dan menurunkan angka hipertensi di Indonesia.
“ Pengendalian tekanan darah sangat penting untuk menghindari komplikasi hipertensi seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, gagal ginjal, kebutaan dan kepikunan. Menurut RISKESDAS 2018 hanya 1diantara 3 pasien hipertensi yang mencapai target pengobatan. Angka Ini tidak jauh berbeda dengan hasil survei MMM yang dilakukan oleh PERHI, ditemukan target pengobatan hipertensi tercapai pada hanya 38, 2% . Untuk mencapai target pengendalian hipeternsi 50% maka 24,3 juta lebih penduduk dengan hipertensi harus mendapatkan pengobatan yang efektif,” jelasnya. Ia menambahkan, WHO pernah memperkirakan bahwa pada tahun 2023 ada 1,28 milyar penduduk dunia berusia 30-79 tahun adalah hipertensi dan hampir 2/3-nya hidup di negara berkembang, termasuk diIndonesia. Kurang dari separuhnya (42%) terdiagnosis dan mendapatkan pengobatan, namun hanya 21% yang mencapai target pengobatan.
Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kementrian Kesehatan menunjukan prevalensi hipertensi di Indonesia menurun menjadi 30,8% dibandingkan hasil RISKESDAS2018 (34,1%) .
“Kami selalu menghimbau untuk memiliki gaya hidup sehat karena hipertensi bisa dipicu banyak hal. Merokok, obesitas, dan konsumsi garam berlebih merupakan faktor risiko utama hipertensidi Indonesia selain faktor genetika. Namun sayangnya, hingga saat ini belum ada kebijakan dari pemerintah secara eksplisit untuk larangan merokok. Polusi udara, lingkungan yang tidak sehat dan kebisingan juga dapat menyebabkan hipertensi,” tambahnya.
dr. Eka juga menegaskan, “ Problema pengendalian hipertensidi Indonesia tidak berbeda dengan negara-negara di Asia Pasifik lainnya, antara lain, tingginya kasus hipertensi yang tidak terdiagnosa, kepatuhan berobat masih rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang risiko atau komplikasi hipertensi, konsumsi makanan dengan kadar garam yang tinggi. Selain itu akses kefasilitas kesehatan, faktor kultural,sosial-ekonomi, dan kurangnya promosi untuk hidup sehat menyebabkan tingginya beban negara untuk menanggulangi komplikasi penyakit kardiovaskular akibat hipertensi. “Clinical inertia” atau kurangnya intensifikasi pengobatan sesuai pedoman oleh tenaga medis juga mempengaruhi pencapaian target penurunan tekanandarah.”
Masalah hipertensi perlu dilihat secara genomik, artinya materi genetik seseorang juga perlu ditelusuri sehingga kita bisa mencegah hipertensi jika memang berpotensi tinggi.
“Penelitian menunjukan bahwa 60,1% hipertensi berhubungan dengan faktor genetik dan selebihnya berkaitan dengan lingkungan, seperti merokok, kondisi obesitas dan konsumsi garam berlebih.
“Belakangan inites genomic juga semakin Populer dalam dunia kesehatan, sebagai salah satu inovasi yang membantu mendeteksi dini penyakit tertentu termasuk hipertensi. Genomik adalah studi tentang profilgen yang ada di dalam DNA manusia. Genomik mempelajari tentang fungsi gen, perkembangan, sertarespons atau kinerjanya di dalam tubuh yang berefek terhadap kesehatan individu. Tes genomik dapat mengidentifikasi gen spesifik yang berhubungan dengan hipertensi sehingga memungkinkan untuk melakukan upaya pencegahan dan Pengobatan yang bersifat personal,” jelas dr. Eka.
oleh sebabitu, dr. Eka menghimbau bahwa skrining hipertensi untuk masyarakat perlu digalakan dalam menemukan kasus hipertensi lebih dini, sehingga dapat dilakukan pengobatan yang paling tepat.
Program ini, sekali lagi, tentu melibatkan kelompok masyarakat atau komunitas dan disertai dengan upaya promotif untuk meningkatkan Jaminan Kesehatan National merupakan sebuah cara yang efektif untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia namun harus dilengkapi dengan penguatan di pelayanan primer, seperti tersedianya pedoman hipertensi berbasis bukti terkini dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Selain itu perlu pelatihan bagitenaga kesehatan, sistem pengadaan dan distribusi obat yang dikelola dengan baik dan mendukung ketersediaan obat sesuaipedoman. Program ini hendaknya dievaluasi secara berkala baik di komunitas dan pusat-pusat pelayanan kesehatan untuk kepastian akuntabilitas dan dapat menstimulasi perbaikan Program sehingga tetap terus berjalan.
Pada kesempatanyang sama, Prof. Dr. dr. Teguh A.S Ranakusuma, Adboard InaSH mengatakan “Salah satu yang perlu diperhatikan masyarakat untuk mencegah hipertensi adalah pencegahan primordial atau pencegahan faktor risiko yang menyebabkan peningkatan tekanan darah (TD) yang tidak normal di antara individu. Pencegahan primordial tekanan Darah abnormal pada masa kanak-kanak, jika efektif, dapat menurunkan tingkat hipertensi pada usia dewasa muda dan mungkin mengurangi tingkat penyakit kardio vaskular terkait hipertensi.”
“Sebagian besar kondisi tekanan darah tinggi, terutama pada kelompok hipertensi primer tidak memiliki gejala yang spesifik. Hipertensi sangat berbahaya karena progresivitas penyakit akan terus berlangsung dengan komplikasi ke berbagai organ, namun sebagian besar orang tidak merasakan gejala apapun (silent killer) . Gejala baru akan muncul jika sudah timbul komplikasi yang berat, antara lain sakit kepala ataupusing, rasa mudah lelah saat aktivitas, nyeri dada, gelisah, penglihatan buram, mimisan, bahkan penurunan kesadaran. Namun demikian, hipertensi dapat dicegah jika dapat dikelola dengan baik yang berdampak padapeningkatan kualitas hidup. Hipertensi yang terkelola dengan baik dapat mencegah danmenurunkan risiko kesakitan, komplikasi, bahkan risiko kematian dini,” jelasnya.
Ia mengatakan, “Pengendalian hipertensi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam engendalian Penyakit Tidak Menular.
Keberhasilan program pengendalian Hipertensi ditentukan olehadanya kebijakan, strategi, dan komitmen nasional dalam pengendalian penyakit tersebut sertakerjasama dengan berbagai pihak terkait serta didukung oleh sumberdaya yang memadai. Oleh karena itu, kolaborasi berkesinambungan antara pemerintah, komunitas, dan organisasi lainnya penting untuk meningkatkan kesadaranmasyarakat, agar tujuan pengendalian hipertensi di Indonesia dapat tercapai.”
“Salah satu upayayang harus dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan hipertensi adalah merubah cara berpikir masyarakat dari cara berpikir kuratif menjadi preventif yaitu dengan melakukan pencegahan penyakit. Artinya, yang sangat penting untuk dilakukan adalah melakukan berbagai upaya preventif, bahkan untuk mencegah hipertensi terjadi, terutama bagi orang-orang dengan risiko tinggi mengalami BB hipertensi. Seperti usia diatas 40 tahun,obesitas, diabetes, kolesterol tinggi,riwayat keluarga denganhipertensi, adagangguan ginjal, dst. Gaya hidup sehatdan deteksi dini perlu menjadi basisuntukpengendalian tekanan darah, sertamengurangi beban ekonomiyangditimbulkan. Hipertensi yang tidakdikendalikan dengan baik dapatmengakibatkan kerusakan organ sepertiotak, jantung dan ginjal yangmenyebabkandisabilitas, kualitas hidupburuk, bahkan kematian,” jelasnya.
Dalam hipertensi terdapat konsep Rules of Halves.
“Pengertian secara umum Adalah sekitar separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar bahwa mereka mengalami peningkatan tekanan darah, dan mereka yang menyadari memiliki hipertensi, sebagian tidak mendapat pengobatan, serta dari mereka yang mendapatkan pengobatan, sebagian tidak mencapai target keterkontrolan tekanan darah. Hal ini menggaris bawahi bahwa hanya sebagian kecil masyarakat dengan hipertensi yang tekanan darah nya tertangani dengan baik. Rules of Halves inikembali mengingatkan kita bahwaterdapat kesenjangan dalam pengelolaan hipertensi, baik dari sisi diagnosis, pengobatan, dan kontrol tekanan darah, sertamenekankan pentingnya upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman serta strategi dalam penatalaksanaan hipertensi. Dengan memahami konsep Rules of Halves dengan baik maka Tenaga kesehatan diharapkan dapat memberikan prioritas terhadap upaya skrining tekanan darah rutin dan edukasi kepada pasien tentang identifikasi dan pengelolaan hipertensi yang efektif,” jelas Prof. Teguh.
dr. BRM. Ario Soeryo Kuncoro, Sekjen InaSH juga menyatakan, hipertensi bukan hanyapeperangan bagi orang dewasa ataupun lansia.
Tidak jarang, dalam praktik dokter sehari-hari, hipertensi juga bisaditemui pada pasien anak-anak, remaja, usia produktif, hingga ibu hamil.
“Hipertensi pada anak dan remaja BBmerupakan masalah kesehatan yang perlu kita perangi, karenainsidensi, tingkat morbiditas, dan tingkat mortalitasnya semakin substansial. Peningkatanangka kejadianhipertensi pada anak dan remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan kejadian obesitas, anak kurang beraktivitas, terlalu banyak bermain gadget, asupan makanan yang tinggi kalori, tinggi garam. Bagi remaja, konsumsi minuman yang mengandung alkohol dan kafein, kebiasaan merokok,stres mental, dan kurang tidur, juga memicu hipertensi. Jika sudah terkena hipertensi saat usia muda,maka sampai dewasa mereka akan menjalani hidup dengan pengobatan hipertensi, serta memperbesar risiko penyakit kardiovaskular pada masa dewasa,” jelasnya.
“Batasan tekanan darah normal padaanak, berbeda-beda untuk setiapkelompok umur, jenis kelamin,dan tinggibadan anak. Hal ini berbeda dengandewasayang menggunakan satubatasantekanan darahnormal untuksemua umur, jenis kelamin, dan ukurantubuh. Idealnya, mulai dariusia 3tahun,anak bisamulaimenjalanipemeriksaantekanandarah, setidaknya setahunsekali,seperti halnya pengukuran beratdantinggi badanyang perlu dilakukan padasetiap anak secara regular. Pada anak-anak dengan riwayatlahir prematur, beratlahir kurang dari 2500 gram, atau riwayatdirawat di ruang perawatan intensif/ICU,memerlukanpemeriksaantekanandarahlebih dini lagi,” ujarnya.
Sementara hipertensi pada usia muda atau usia produktif mempengaruhi 1 dari 8 orang dewasa berusiaantara 20 dan 40 tahun. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat prevalensi hipertensiberdasarkan hasil pengukuran tensimeter sebesar 10,7% pada kelompok usia 18–24 tahun dan 17,4% pada kelompok 25–34 tahun.
Namun data SKI 2023 juga menuliskan bahwa berdasarkan diagnosis dokter kelompok umur 18-24 prevalensi hipertensi sebesar 0,4% dan kelompok umur 25-34 sebesar 1,8%. Kesenjangan antara angka kejadian berdasarkan tensimeter dan diagnosis dokter perlu menjadi perhatian. Ini memunculkan dugaan bahwa banyak anak muda yang kurang aware terhadapindikasi darihipertensi, sehingga tidak melanjutkan pengobatan kedokter meskipun angka tensimeternya tinggi.
“ Hipertensi pada usia muda perlu menjadi perhatian khusus, karena seperti diketahui, hipertensi tidak bisadisembuhkan total, tetapi hany dapat dikontrol. Jika sudah menderitahipertensidi usia muda, maka akan terjadi penurunan kualitas hidup saat dewasa hingga lansia. Namun, jika memang sudah terjadi,maka kejadiannya bisa diatasi dengan tetap menerapkan gaya hidup sehat, mengonsumsi obat obatan secara patuh, dan melakukan pemantauan rutin,” tambahnya.
dr. Ni Made Hustrini, Ketua Panitia dan Ketua Tim Buku Panduan Penatalaksanaan Hipertensi Peripartum 2025 menjelaskan, “The 19th Annual Scientific Meeting Indonesian Society of Hypertension (InaSH) 2025” menghadirkan pembicara pakar dari Indonesia, dan pembicara dari luar negeri, seperti President International Society of Hypertension Prof. George Stergio, MD, Deputy Pesident – HOPE Asia Network Prof. Jiguang Wang,MD, European Society of Hypertension/International Society of Hypertension Prof. Claudio Borghi, MD, Korean Society of Hypertension Prof. Hae Young Lee, MD, dan dari Asia Pacific Society of Hypertension Prof. Teo Boon Wee, MD.
Dokter yang biasa dipanggil dengan nama dr. Kum menjelaskan, “ Penemuan atau inovasi baru dalam pertemuan ilmiah kali ini diantaranya meliputi pengembangan machine learning models untuk deteksi dini hipertensi serta monitoring tekanan darah, inovasi alat pengukur tekanan darah tanpa manset (cuffless device) yang berguna untuk monitoring tekanan darah diluar klinik, hingga pengembanganstrategi multidisiplin untuk pengendalian tekanan darah melalui jalur inflamasi dengan menjagakeseimbangan mikrobiota usus.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi
Tag Terkait:
Advertisement