
Ekspor kelapa Indonesia kian menunjukkan performa positif dengan kesuksesan menembus lebih dari 100 negara. Bahkan, Badan Karantina Indonesia (Barantin) mencatatkan total ekspor kelapa pada tahun 2024 mencapai 1,09 juta ton dengan China sebagai tujuan utama ekspornya. Disusul oleh Malaysia, Thailand, Australia, India, Amerika Serikat, Jerman dan Vietnam.
Deputi Bidang Karantina Tumbuhan Barantin, Bambang, mengungkapkan bahwa jumlah ekspor kelapa tiap tahun mengalami fluktuasi yang dipengaruhi oleh beberapa hal yakni harga dan produksi, bukan perjanjian atau protokol kerja sama.
“Memang tiap tahun jumlah ekspornya fluktuatif, penyebabnya bukan karena perjanjian atau protokol kerja sama, tapi bisa karena harga, jumlah produksi, dan lainnya,” ujar Bambang dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Baca Juga: Cuaca Baik Bikin Produksi Kakao Meningkat, Harga Ekspor Menyusut
Ekspor kelapa Indonesia berdasarkan data dari Best Trust Barantin, menempati posisi tertinggi pada tahun 2023 dengan volume 1,45 juta ton. Angka tersebut meningkat 0,8% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu pada tahun 2025 hingga Februari, ekspor kelapa bulat telah mencapai 181.500 ton.
Diketahui, Indonesia mengekspor 22 jenis produk kelapa, termasuk kelapa bulat, minyak kelapa, santan, tepung, air kelapa, gula kelapa, serta tempurung. Seluruh produk ini dapat diekspor tanpa perlu perjanjian protokol bilateral dengan negara tujuan.
Di sisi lain, Bambang juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2022 lalu, China sempat meminta perjanjian protokol ekspor kelapa kepada Indonesia. akan tetapi, setelah dikaji ulang, protokol tersebut justru dinilai terlalu membebani petani.
“Sebagian besar perkebunan kelapa di Indonesia adalah perkebunan rakyat. Persyaratan protokol seperti registrasi kebun, rumah kemas, serta rekaman monitoring bebas Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dirasa memberatkan,” jelas Bambang.
Baca Juga: Mendag Dorong Hilirisasi Lewat Ekspor Kratom ke Amerika dan Eropa
Setelah perundingan bilateral, akhirnya disepakati bahwa protokol hanya diberlakukan untuk ekspor kelapa muda segar, sementara produk turunan lainnya tetap dapat diekspor tanpa hambatan.
Ke depan, Barantin berharap sinergi antara pemangku kepentingan dapat membantu petani, UMKM, dan eksportir dalam meningkatkan volume dan nilai ekspor kelapa Indonesia. Bambang menekankan bahwa protokol bukan satu-satunya cara untuk membuka akses pasar luar negeri.
“Jika produk pertanian kita bisa diterima tanpa protokol, justru itu lebih menguntungkan petani karena mereka hanya perlu memenuhi ketentuan fitosanitari internasional, bukan kepentingan bilateral,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement