Kredit Foto: Antara/REUTERS/Carlos Barria
Tiongkok memasuki tahun 2025 dengan laju pertumbuhan ekonomi yang solid meski menghadapi tantangan besar dari tarif tinggi yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, negara ini berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 5,4% pada kuartal pertama, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 31.875,8 miliar yuan. Namun, meski tarif yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump terhadap ekspor Tiongkok kian melonjak, ekspor Tiongkok justru semakin melesat.
Berdasarkan laporan terbaru dari Biro Statistik Nasional China, ekspor Tiongkok pada Maret 2025 mencatatkan lonjakan lebih dari 12% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara ekspor kuartal pertama tumbuh sekitar 6,9%. Keadaan ini menunjukkan bahwa meskipun tarif impor yang dikenakan Amerika Serikat pada produk-produk Tiongkok telah melonjak tajam—termasuk tarif hingga 145% pada sebagian besar produk ekspor Tiongkok—ekspor Tiongkok tetap mencatatkan performa yang impresif.
Peningkatan ekspor ini tak lepas dari strategi Tiongkok yang terbilang cerdik, yakni dengan memanfaatkan momentum untuk mendahului eskalasi tarif yang diumumkan oleh Trump. Perusahaan-perusahaan Tiongkok berusaha untuk mengamankan kontrak dan pengiriman sebelum tarif-tarif tinggi diberlakukan, menciptakan lonjakan ekspor pada awal tahun.
Baca Juga: Trump Batasi Ekspor Chip ke China, Nvidia Bakal Rugi Jumbo
Stephen Innes dari SPI Asset Management menjelaskan bahwa sebagian besar lonjakan ini disebabkan oleh "aktivitas preemptif" yang dilakukan oleh para importir yang berusaha mendapatkan barang sebelum tarif baru diberlakukan.
“Sebagian besar dari pertumbuhan ini merupakan lonjakan dini menjelang eskalasi tarif AS dan peningkatan stok di pihak importir Amerika,” kata Stephen Innes dari SPI Asset Management, megutip APNews.
Pencapaian tersebut terjadi di tengah tantangan domestik yang masih membayangi. Ekspor yang kuat ini turut mendongkrak sektor industri yang tumbuh 6,5% pada kuartal pertama. Di sisi lain, sektor perdagangan luar negeri menunjukkan bahwa meskipun ekspor tumbuh, impor justru turun 6% karena permintaan domestik yang melemah. Hal ini juga mencerminkan betapa China berusaha mengatasi ketidakpastian di pasar global sembari menjaga stabilitas ekonominya.
Namun, Tiongkok bukan hanya bergantung pada sektor perdagangan. Negara ini juga mengalami pertumbuhan di sektor jasa yang naik 5,3%, serta di sektor konsumsi yang sedikit pulih dengan penjualan ritel naik 4,6%. Sektor manufaktur dan teknologi tinggi, seperti produksi kendaraan energi baru dan robot industri, juga mencatatkan kenaikan yang signifikan.
Baca Juga: AS Kecam Pernyataan China Soal Tarif Trump: Ini Bukan Lelucon!
Meski begitu, Tiongkok tetap menghadapi beberapa tantangan besar, termasuk dampak dari tarif AS yang bisa menyebabkan penurunan ekspor ke Amerika Serikat hingga dua pertiga dalam beberapa bulan mendatang. UBSmemperkirakan bahwa tarif yang berlaku saat ini dapat menyebabkan penurunan ekspor Tiongkok secara global sebesar 10% dalam nilai dolar. Meskipun demikian, Tiongkok tetap menunjukkan ketahanan dengan PDB yang tetap tumbuh solid, serta upaya pemerintah untuk mendorong konsumsi domestik dan investasi di sektor teknologi.
Sheng Laiyun, juru bicara Biro Statistik Nasional Tiongkok, menegaskan bahwa meski tantangan dari luar negeri terus mengemuka, Tiongkok yakin dapat menghadapinya dengan fondasi ekonomi yang stabil dan berpotensi besar. Ia mengatakan, "Kami memiliki kepercayaan dan kemampuan untuk mengatasi tantangan eksternal dan mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan."
Tiongkok mungkin menghadapi dampak dari kebijakan perang dagang yang dibawa oleh Presiden Trump, namun dalam kenyataannya, ekspor Tiongkok justru semakin ngebut, menunjukkan betapa kuatnya daya saing negara tersebut meski berada di tengah turbulensi global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement