Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rupiah Masih Tertekan Meski AS-China Berdamai, BI Diminta Waspada

Rupiah Masih Tertekan Meski AS-China Berdamai, BI Diminta Waspada Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nilai tukar rupiah diproyeksi tetap mengalami tekanan, meski ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mereda lewat kesepakatan pengurangan tarif selama 90 hari mulai Rabu (14/5/2025). 

Pengamat pasar modal dan keuangan, Ibrahim Assuaibi, menyebut rupiah saat ini masih berada pada level tinggi, yakni di kisaran Rp16.600 hingga Rp16.700 per dolar AS. Menurutnya, pelemahan rupiah tidak bisa langsung diatasi hanya dengan meredanya perang dagang.

“Rupiah masih bertengger di level-level Rp16.600–Rp16.700. Kalau ingin berubah, berarti kondisi global harus membaik, situasi tenang, dan pemerintah juga harus stabil secara politik dan ekonomi. Baru kemungkinan rupiah bisa turun sedikit lagi,” ujar Ibrahim kepada Warta Ekonomi, Selasa (13/5/2025).

Baca Juga: Rupiah Melemah Tipis, Aliran Modal Asing Masuk Rp4,15 Triliun di Pekan Terakhir April

Ia menilai, dengan durasi kesepakatan tarif dagang yang hanya berlaku tiga bulan, kecil kemungkinan rupiah bisa kembali menguat ke level di bawah Rp16.000 per dolar AS.

“Sangat sulit kembali ke level Rp16.000 dalam kondisi seperti ini. Perang dagang ini kan damai hanya selama tiga bulan. Sekarang Mei, berarti nanti Agustus bisa memanas lagi,” imbuhnya.

Ibrahim memproyeksikan nilai tukar rupiah mungkin menguat tipis hingga kisaran Rp16.450 dalam waktu dekat. Namun, secara umum tekanan terhadap mata uang Garuda dinilai masih akan berlangsung.

Lebih lanjut, Ibrahim menyoroti peran Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Ia mengatakan bahwa BI terus melakukan intervensi di pasar valuta asing, khususnya di pasar non-deliverable forward (NDF) internasional, meski langkah ini berisiko menggerus cadangan devisa nasional.

Baca Juga: AS-China Sepakat Turunkan Tarif, Ekonomi RI Dapat Angin Segar Selama 90 Hari

“Cadangan devisa kemungkinan besar akan turun di bulan Mei ini karena intervensi yang terus dilakukan BI, ditambah lagi dengan libur panjang yang berdampak pada aktivitas ekonomi. Saat ini di pasar NDF, rupiah sudah menyentuh level Rp16.720,” ungkapnya.

Ibrahim juga memperingatkan bahwa penguatan dolar AS masih akan berlanjut. Hal ini dipengaruhi oleh ekspektasi bahwa bank sentral AS, The Fed, baru akan menurunkan suku bunga pada September 2025.

“Masih jauh waktunya. Selama belum ada sinyal kuat dari The Fed, dolar akan terus menguat, dan itu memberi tekanan terhadap rupiah,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: