Data Retina Warga RI Dihargai Rp600 Ribu, Worldcoin Dinilai Lakukan Eksploitasi

Pakar Keamanan Digital sekaligus Ketua Divisi Hukum Indonesia Cyber Law Community (ICLC), Josua Sitompul, menyoroti praktik pengumpulan data biometrik retina dalam proyek berbasis blockchain seperti Worldcoin.
Menurut Josua, praktik pemberian imbalan uang digital kepada warga yang bersedia memberikan data retina patut dipertanyakan dari sisi keadilan, transparansi, serta rasionalitas nilai kompensasi yang ditawarkan.
“Isunya di sini adalah apakah nilai uang itu rasional atau dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa negara yang nilai imbalannya bisa lebih dari 100 dolar. Di Indonesia, mungkin sekitar 39 dolar atau bahkan di bawah itu. Pertanyaannya, mengapa bisa berbeda? Apakah retina orang Indonesia lebih murah daripada retina orang negara lain? Ini bisa menjadi polemik,” ujar Josua, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, Rabu (14/5/2025).
Baca Juga: Komdigi Ungkap World Sudah Kumpulkan 500 Ribu Data Retina WNI
Ia menegaskan bahwa dalam ekosistem digital, strategi "bakar uang" seperti insentif tunai lazim digunakan oleh platform. Namun, ketika menyangkut data biometrik yang sangat sensitif seperti retina, praktik semacam itu perlu dikaji ulang dari sisi hukum.
“Aspek adanya uang dalam proses pemindaian retina memang bisa diperdebatkan. Uang itu bisa dianggap sebagai insentif. Tetapi kembali lagi, apakah nilainya rasional dan dapat dipertanggungjawabkan?” tegasnya.
Baca Juga: Mengenal World App, Fenomena Scan Retina untuk Uang dan Kontroversinya
Lebih lanjut, Josua menilai bahwa teknologi pemindaian retina Worldcoin sangat kompleks dan membutuhkan keterlibatan ahli lokal untuk memeriksa validitas sistem dan teknologi yang digunakan.
“Kalau kita berhadapan dengan orang asing yang menjelaskan teknologi pemindaian retina, sementara ahli kita tidak bisa meng-counter, maka bagaimana kita bisa mempertahankan perlindungan bagi warga negara?” ujarnya.
Josua juga menyoroti klaim Worldcoin yang menyebutkan bahwa data retina yang dipindai akan langsung dikonversi menjadi fragmen terenkripsi dan disebarkan ke berbagai yurisdiksi untuk alasan keamanan. Namun menurutnya, klaim ini harus diuji lewat audit independen dan partisipasi pakar nasional.
“Ahli-ahli kita perlu hadir untuk men-crosscheck, memeriksa SOP, teknologi yang digunakan, bahkan proses konversi data retina menjadi fragmen kriptografi yang diklaim langsung tersimpan di perangkat lalu disebar ke beberapa yurisdiksi. Itu semua perlu dianalisa,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement