
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno Djoko menemukan celah hukum yang kerap dipakai pengusaha transportasi untuk mempraktikan truk bermuatan berlebihan atau over dimension over load (ODOL).
Menurutnya, dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) khususnya di pasal 184 yang disebutkan penetapan tarif angkutan barang ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan perusahaan angkutan umum.
"Ketentuan tarif angkutan barang berbeda dengan angkutan umum yang memiliki tarif dasar berupa tarif batas atas dan batas bawah yang ditetapkan pemerintah. Variasi tarif ini yang menyebabkan perang tarif," katanya.
Karena perang tarif ini lah yang membuat persaingan tidak sehat, untuk menyiasati biaya dan efesiensi operasional, maka digunakanlah truk ODOL.
"Kerusakan jalan dan tidak sedikit kasus kecelakaan di jalan raya," pungkasnya.
Untuk itu, MTI meminta pemerintah dan DPR merevisi Pasal 184 Undang-Undang LLAJ, selain itu pemerintah perlu mencontohkan langsung dengan menolak untuk menormalisasi penggunaan truk ODOL.
"Proyek pemerintah dan BUMN tak gunakan truk ODOL serta pungli ditindaklanjuti, upah standar pengemudi, perbaikan tunjangan fungsional petugas penguji kendaraan bermotor, penggunaan teknologi untuk pengendalian," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY mengatakan pemerintah berkomitmen menghapus ODOL pada 2026. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengatakan kebijakan zero ODOL diperlukan agar tidak ada lagi korban jiwa akibat kecelakaan truk ODOL.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement