- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Dua Proyek Migas Senilai Rp9 Triliun Milik Anak Bangsa Resmi Berproduksi di Natuna

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bila dua proyek migas yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto di Wilayah Kerja South Natuna Sea Block B, Provinsi Kepulauan Riau sepenuhnya dimiliki oleh anak bangsa.
Kedua proyek tersebut adalah Lapangan Minyak Forel dan Terubuk yang dioperasikan oleh perusahaan nasional Medco E&P Natuna.
“Proyek ini memiliki nilai strategis karena dimiliki sepenuhnya oleh anak kandung Republik Indonesia. Para pekerjanya adalah putra-putri bangsa, dan bahkan kapal FPSO yang digunakan merupakan hasil produksi dalam negeri dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 100 persen,” ujar Bahlil, dalam acara peresmian, Jumat (16/5/2025).
Baca Juga: Prabowo Resmikan Dua Lapangan Migas Medco di Natuna, Kapasitas Minyak Capai 20.000 Barel
Menurutnya, proyek ini menjadi bukti nyata kapasitas nasional dalam mengelola industri hulu migas secara mandiri, mulai dari teknologi, sumber daya manusia, hingga manufaktur penunjang.
“Ini adalah wilayah kerja migas terjauh di Indonesia saat ini. Total investasi proyek mencapai sekitar 600 juta dolar AS (Rp9,98 Triliun), dan pada masa konstruksi berhasil menyerap sekitar 2.300 tenaga kerja,” jelas Bahlil.
Dari dua lapangan tersebut, diperkirakan akan dihasilkan tambahan produksi minyak sebesar 20.000 barrel per hari (bph) dan gas sebesar 60 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd). Peningkatan kapasitas ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendukung target lifting migas ke depan.
Baca Juga: Besok! Bahlil Resmikan Proyek Migas Medco di Natuna, Tambah Lifting Nasional 20 Ribu Barel per Hari
“Sebagai laporan tambahan, selain tambahan produksi minyak, proyek ini juga menyumbang produksi gas sebesar 60 mmscfd,” tambah Bahlil.
Bahlil optimistis, dengan peningkatan kapasitas ini, Indonesia akan mengalami surplus gas pada periode 2026 hingga 2028. Selanjutnya, pemerintah akan fokus menekan impor bahan bakar seperti bensin dan solar, termasuk melalui penerapan bahan bakar ramah lingkungan.
“Maka jika pada 2026, 2027, dan 2028 gas kita sudah bisa surplus, tinggal fokus kita adalah minyak, khususnya bensin dan solar. Tapi kalau program B50 mulai dikembangkan pada 2026, insyaallah kita tidak perlu lagi melakukan impor solar,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement