Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perang Iran-Israel Pecah, Sri Mulyani Wanti-Wanti Dampaknya ke Ekonomi Indonesia

Perang Iran-Israel Pecah, Sri Mulyani Wanti-Wanti Dampaknya ke Ekonomi Indonesia Kredit Foto: Cita Auliana
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti ketegangan geopolitik yang kian memanas antara Iran dan Israel, yang dinilai telah memberikan tekanan besar terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.

"Situasi kondisi global dan nasional geopolitik yang sayangnya atau unfortunately situasinya tidak membaik dengan terjadinya perang yang sekarang ini sedang berlangsung makin sengit antara Israel dengan Iran," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Ia menuturkan bahwa memburuknya situasi tersebut berdampak langsung terhadap pasar komoditas global, terutama harga minyak dunia. Pada hari pertama pecahnya konflik, harga minyak melonjak hampir 9 persen, dari di bawah US$70 per barel menjadi sempat menyentuh US$78 per barel, sebelum terkoreksi ke kisaran US$75 per barel.

Baca Juga: Konflik Iran-Israel Picu Harga Minyak Dunia Naik 7%, Rupiah turut Melemah

"Kondisi geopolitik dan security yang sangat negatif menegang dan bahkan yang sudah pecah perang yang menimbulkan kemudian ketidakpastian komoditas supply chain," imbuhnya.

Selain eskalasi di Timur Tengah, Sri Mulyani juga menyoroti ketidakpastian hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok (RRT). Meskipun kedua negara menunjukkan sinyal positif melalui inisiatif negosiasi, belum ada kesepakatan resmi yang dicapai.

Sementara itu, Amerika Serikat telah menandatangani perjanjian dagang bilateral baru dengan Inggris, tetapi masih menerapkan tarif perdagangan terhadap lebih dari 60 negara.

Ia turut menyinggung kebijakan fiskal ekspansif AS yang disebut sebagai "big and beautiful" oleh Presiden Donald Trump. Kebijakan tersebut diperkirakan akan menambah defisit anggaran Amerika Serikat lebih dari US$10 triliun dalam sepuluh tahun ke depan.

"Kombinasi dari dua belah hal ini yaitu ketidakpastian dari sisi perdagangan global yang belum tercapai kepastiannya ditambah dengan berbagai kebijakan-kebijakan makro terutama di bidang fiskal," ujarnya.

Baca Juga: Iran Yakin Trump Bekingi Serangan Israel, Tuntut Hal Ini ke AS

Menurut Sri Mulyani, rangkaian gejolak ini tidak hanya berdampak pada negara-negara besar, tetapi juga memiliki konsekuensi nyata bagi negara berkembang seperti Indonesia.

"Yang harus kita waspadai karena tidak baik perlemahan ekonomi membuat dampak yang buruk kenaikan inflasi dan kemudian menimbulkan kenaikan yield apakah karena adanya geopolitik atau karena adanya fiscal policy, kedua hal ini menyebabkan dampak kepada seluruh dunia termasuk Indonesia," jelasnya.

Ia juga menyinggung dampak lanjutan terhadap pergerakan nilai tukar dan suku bunga global. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Eropa, Jepang, dan Inggris disebut sebagai pusat tekanan global yang berisiko sistemik.

"Maka kita lihat kecenderungan adanya dampak negatif dari situasi dunia ini dari terutama negara-negara yang dianggap signifikan atau systematically important country seperti Amerika, RRT, kemudian Eropa, Jepang, Inggris," kata Sri Mulyani.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: