Kredit Foto: Dok. Kemenparekraf
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Wamen Ekraf), Irene Umar, menegaskan pentingnya ekosistem ekonomi kreatif harus dimulai dari daerah saat berdialog dengan pegiat ekraf di Gianyar, Bali, beberapa waktu lalu.
Sehingga menurutnya keberpihakan pemerintah pusat terhadap inisiatif lokal dalam pengembangan ekosistem ekonomi kreatif sangat penting.
Baca Juga: Aksi Berlanjut, GAIA Kembali Serok Saham IOTF Rp2,78 Miliar
Dan untuk diketahui, Gianyar merupakan wilayah yang dikenal sebagai simpul budaya dan kreativitas yang tumbuh organik dari masyarakatnya.
“Kita tidak bisa lagi membangun dari atas ke bawah. Pemerintah harus mendengar, memahami, lalu menjembatani kebutuhan dan semangat teman-teman di daerah yang sudah lebih dulu bergerak,” ujar Wamen Ekraf, dikutip dari siaran pers Kementerian Ekraf, Senin (30/6).
Dalam suasana santai tetapi produktif, Wamen Ekraf berdialog dengan perwakilan komunitas, akademisi, pengusaha lokal, dan pemerintah daerah. Forum ini menjadi ruang penjaringan langsung terhadap gagasan, tantangan, dan potensi dari lapangan.
Dialog ini sejalan dengan visi ekonomi kreatif sebagai the new engine of growth bagi Indonesia, yang kekuatannya justru bertumpu pada komunitas dan potensi daerah.
Dalam forum ini, Kementerian Ekraf mencatat sejumlah potensi yang perlu difasilitasi lebih lanjut—mulai dari optimalisasi Balai Banjar sebagai pusat kreatif masyarakat desa, hingga pentingnya transformasi digital di sektor musik dan kriya.
Wamen Ekraf menyambut baik gagasan ini dan menilai pentingnya kolaborasi antara seniman, pengembang perangkat lunak, dan industri kreatif digital untuk menghadirkan solusi yang relevan secara budaya sekaligus kompetitif secara global.
Kementerian Ekraf melihat peluang besar dari usulan tersebut dan mendorong kolaborasi lintas subsektor untuk memperkuat produk budaya digital sebagai salah satu penggerak ekonomi kreatif masa depan.
Wamen Ekraf juga menyoroti pentingnya memanfaatkan Balai Banjar sebagai creative hub lokal yang terbukti menjadi ruang belajar kriya, kuliner, seni pertunjukan, hingga produksi budaya secara turun-temurun. Menurut Wamen Ekraf, pembangunan ekonomi kreatif tidak bisa hanya bertumpu pada infrastruktur baru, melainkan harus berpijak pada penguatan ekosistem yang sudah hidup.
“Bali punya semua: budaya, talenta, cerita, komunitas, bahkan jalur ekspor. Yang kita perlukan adalah penguatan ekosistem—dari regulasi, promosi, hingga transformasi digital. Dan itu tidak bisa dilakukan sendiri,” tegas Wamen Ekraf.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement