Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Desak Deregulasi PP 28/2024, Petani Tembakau Terancam Penyerapan Hasil Panen

Desak Deregulasi PP 28/2024, Petani Tembakau Terancam Penyerapan Hasil Panen Kredit Foto: Antara/Siswowidodo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 memicu penolakan luas dari para petani tembakau. Walaupun aturan ini secara resmi ditujukan kepada industri tembakau, efeknya dirasakan sangat nyata oleh petani yang berperan sebagai penyuplai utama bahan baku bagi sektor tersebut.

Kekhawatiran ini mencuat dari berbagai daerah sentra tembakau, termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB), yang tercatat memiliki luas lahan tembakau mencapai 34 ribu hektare dengan produksi sekitar 55.000 ton pada 2023, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB, Sahminudin menyampaikan bahwa PP 28/2024 berpotensi besar mengancam keberlangsungan hidup petani tembakau. Ia menilai bahwa meskipun regulasi tidak secara eksplisit menyasar petani, dampaknya akan tetap terasa secara sistemik.

"Hampir semua regulasi itu terkesan tidak ada yang mengancam petani, tapi perusahaan yang diancam oleh peraturan itu. Sedangkan kita tahu bahwa 98% tembakau di Indonesia menjadi bahan baku rokok, jadi mau tidak mau kami akan ikut terdampak, walaupun tidak secara langsung," ujar Sahminudin.

Menurutnya, jika industri tembakau sebagai pembeli utama bahan baku terganggu, maka penyerapan hasil panen petani akan menurun drastis. Situasi ini secara langsung mengancam kesejahteraan petani dan stabilitas ekonomi daerah penghasil tembakau.

Lebih jauh, Sahminudin menilai PP 28/2024 sebagai bagian dari rangkaian kebijakan yang secara sistematis melemahkan industri pertembakauan nasional. Ia mencatat bahwa hingga akhir 2024, terdapat 448 regulasi yang dinilai menekan sektor ini.

 Baca Juga: Bupati Klaten Desak Penundaan Kenaikan Cukai Rokok, Lindungi Nasib Petani Tembakau

Salah satu poin krusial dalam PP 28/2024 adalah pembatasan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Kebijakan ini dinilai tidak realistis dan berpotensi mematikan keberlangsungan petani tembakau dan ribuan usaha kecil. Ditambah lagi, wacana penerapan kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) memperkuat kekhawatiran petani.

"Aturan itu tidak mungkin bisa diterapkan. Karena berarti berapa toko dan kios tidak memenuhi syarat. Artinya memang sebaiknya dibatalkan (pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024) saja," tegasnya mendukung deregulasi PP 28/2024.

Ia memperingatkan bahwa tekanan regulasi yang terus meningkat akan sangat berdampak terhadap petani. Ia mencontohkan kondisi di Temanggung, di mana hasil panen tembakau tidak terserap pasar.

"Baru di satu daerah, sudah ada dampaknya. Apalagi di semua daerah penghasil tembakau yang ada di Indonesia. Berarti memang tanda-tandanya sudah sangat terlihat penurunan penyerapan terus terjadi," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: