Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat lonjakan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia mencapai 42.385 kasus sepanjang semester I-2025, meningkat 32,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Tren ini menjadi sinyal tekanan serius terhadap stabilitas ekonomi dan sosial, terutama karena berpotensi memicu gelombang kemiskinan baru di wilayah perkotaan.
“Indikator tenaga kerja yang ter-PHK selama semester satu tahun ini sudah mencapai 42.385 orang, meningkat 32,2% dibandingkan periode sama tahun lalu. Padahal tahun lalu juga sudah naik 21,5% dibanding 2023, jadi ada kecenderungan PHK terus meningkat,” ujar Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov, dalam diskusi publik, Selasa (29/7/2025).
Baca Juga: Pemerintah Siapkan Strategi untuk Redam Badai PHK di Industri Media
Fenomena ini terjadi di tengah perlambatan ekonomi nasional yang masih tumbuh di bawah 5% pada kuartal I-2025. Dampaknya makin terasa ketika daya beli masyarakat melemah, tercermin dalam tren “Rojali” (rombongan jarang beli) dan “Rohana” (rombongan hanya nanya) di pusat perbelanjaan.
Menurut Abra, kenaikan angka PHK turut menekan pendapatan rumah tangga, terutama di sektor informal yang masih mendominasi lapangan kerja di Indonesia. Jika tidak diantisipasi, kondisi ini berisiko mempersempit kelompok kelas menengah yang sudah tergerus sejak pandemi COVID-19.
“Proporsi kelas menengah ini masih sangat rentan menyusut lebih jauh tahun ini karena penciptaan lapangan kerja terbatas dan PHK meningkat,” kata Abra.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement