Kredit Foto: Ist
Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan agenda pembacaan eksepsi digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (15/8). Perkara ini melibatkan tiga terdakwa salah satunya Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy).
Dalam sidang, kuasa hukum Jimmy Masrin, Soesilo Aribowo, menyatakan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak berwenang mengadili kasus tersebut. Menurutnya, perkara ini lebih tepat masuk ranah perdata atau pidana umum dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas yang berwenang.
“Berdasarkan Pasal 43 ayat 2 UU LPEI No. 2 Tahun 2009, dan Pasal 14 UU Tipikor, perkara ini bukan merupakan tindak pidana korupsi. Karena itu, Pengadilan Tipikor tidak memiliki kewenangan untuk mengadili,” ujar Soesilo.
Soesilo menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya menelusuri kasus hingga 2019, sementara pada tahun yang sama PT Petro Energy sudah menjalani proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan dinyatakan pailit setelah LPEI, selaku kreditur terbesar dengan porsi 71 persen, tidak menyetujui restrukturisasi. Pasca putusan pailit, tanggung jawab pembayaran utang beralih kepada Jimmy Masrin yang hingga kini masih melakukan cicilan secara berkala.
Baca Juga: Pengadilan Tipikor Gelar Sidang Perdana Dugaan Korupsi LPEI
“Di hulu, tidak ada bukti terdakwa Jimmy Masrin mengetahui penggunaan invoice palsu sebagaimana dakwaan. Bahkan tuduhan suap yang beredar di publik juga tidak ada dalam dakwaan,” katanya.
Menurut kuasa hukum, pembayaran cicilan utang Petro Energy masih berjalan dan jatuh tempo pelunasan baru akan berakhir pada 2028. Karena itu, disebutkan kerugian negara belum terjadi.
“Kerugian negara dalam dakwaan sama dengan nilai kredit awal, yakni USD 22 juta dan Rp600 miliar, tanpa memperhitungkan cicilan yang sudah berjalan sejak 2016. Logikanya, selama cicilan terus dibayar, kerugian tidak mungkin sama dengan nilai kredit awal,” tambahnya.
Baca Juga: Ekspor RI ke Afrika Capai USD 6,3 Miliar, LPEI Dorong Akses Pembiayaan
Penasihat hukum juga menyinggung prinsip equal treatment. Menurutnya, Undang-Undang Tipikor pada dasarnya ditujukan untuk menjerat aparatur negara. Namun, hingga kini belum ada penuntutan terhadap pihak internal LPEI yang ikut berperan dalam proses pembiayaan.
Selain itu, Soesilo mempertanyakan logika penahanan terhadap Jimmy Masrin pada 20 Maret 2025, sementara hasil audit kerugian negara baru keluar pada 7 Juli 2025. “Seharusnya pembuktian mendahului penindakan. Jika setiap permasalahan kredit dibawa ke Tipikor, hal ini bisa memicu kekhawatiran investor dan berdampak pada iklim investasi,” ujarnya.
Kuasa hukum menutup pembelaannya dengan menyatakan bahwa dakwaan jaksa tidak dapat diterima. “Melihat fakta-fakta di atas, kami menilai Pengadilan Tipikor tidak memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini dan dakwaan tidak dapat diteruskan ke tahap berikutnya,” kata Soesilo.
Sidang perkara ini dijadwalkan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi terdakwa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement