Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi Foundation melaporkan konflik buaya dan manusia merajalela di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini diakibatkan oleh praktik pertambangan timah ilegal yang marak di provinsi tersebut.
Operation Director Alobi, Endi Riadi, mengatakan konflik buaya dan manusia di provinsi ini bahkan tercatat sebagai salah satu yang tertinggi di dunia.
"Sebabnya tinggi itu karena pertambangan ilegal. Seluruh habitat buaya itu rusak, dihajar oleh pertambangan ilegal," kata Endi ketika dijumpai di Kampung Reklamasi Air Jangkang, Kabupaten Bangka, Sabtu (23/8/2025).
Baca Juga: Untuk Merah Putih, 49 Tahun PT Timah Mendukung Pembangunan Nasional
Endi menjabarkan, secara nasional Kepulauan Bangka Belitung menempati urutan ketiga provinsi dengan konflik buaya dan manusia. Urutan pertama diduduki Riau, dan kedua Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Kalau yang lain saya tidak tahu penyebabnya apa, tapi kalau di Bangka Belitung akibat dari pertambangan ilegal," tambahnya.
Umumnya, para pelaku tambang ilegal mengeksploitasi daerah aliran sungai (DAS) untuk diambil timahnya, kemudian meninggalkannya tanpa ada pertanggungjawaban reklamasi.
Praktik ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak biodiversitas di sekitar lokasi tambang ilegal tersebut.
"Habis ditambang itu ditinggal. Sehingga buayanya lari dari habitatnya. Ketika habitat rusak, bukan hanya sungainya saja, tetapi ekosistemnya. Ekosistem itu berpengaruh pada cadangan pakan alami mereka. Jadi ekosistemnya tidak berjalan," ujarnya.
Korban jiwa akibat konflik ini hampir terjadi setiap bulan. Sepanjang 2025 saja, jumlah korban sudah mencapai tujuh orang.
"Hitungannya satu bulan itu satu orang meninggal. Yang luka-luka sudah banyak," jabar Dia.
Meski telah menggandeng lembaga internasional dan pemangku kepentingan nasional, Endi mengungkapkan belum ada solusi konkret untuk menyelesaikan masalah ini.
Oleh karena itu, sebagai Non Government Organisation (NGO) di bidang penyelamatan satwa liar, Alobi Foundation bersama PT Timah Tbk menjalankan program penyelamatan buaya dengan penuh kehati-hatian.
Buaya-buaya yang berkonflik dengan masyarakat kemudian di-rescue ke area konservasi milik PT Timah di Reklamasi Air Jangkang.
Baca Juga: Timah (TINS) Setor Modal Rp10 Miliar ke Anak Usaha
"Jadi seluruh satwa itu kita rescue, kita rehab di sini, kemudian kita release atau kita transformasikan ke lembaga konservasi lainnya. Intinya begitu," tandas Endi.
Endi menegaskan dukungan PT Timah sangat besar dalam upaya konservasi satwa liar.
"Kami adalah NGO khusus penyelamatan satwa liar sejak tahun 2013. Lalu pada 2018 kami berkolaborasi dengan PT Timah. Kolaborasinya adalah untuk program penyelamatan satwa liar," tutup Endi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Fajar Sulaiman
Advertisement