Kredit Foto: Kemenperin
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan industri dalam negeri akan lebih kompetitif dan adaptif terhadap tuntutan perkembangan teknologi, lingkungan, dan perdagangan internasional dengan standar yang baik.
Sehingga Kementerian Perindustrian mendorong penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk memastikan kualitas produk dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik sekaligus bersaing di tingkat global.
Baca Juga: Bunga FLPP tetap 5 Persen, Presiden Prabowo Tegaskan Kebijakan Pro Rakyat
"Standardisasi juga menjadi landasan bagi perlindungan konsumen, peningkatan efisiensi produksi, serta penguatan rantai pasok industri," ucapnya, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Selasa (30/9).
Berdasarkan data per Juli 2025, telah disusun sebanyak 5.449 Standar Nasional Indonesia (SNI), dengan 136 di antaranya telah diberlakukan secara wajib. Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Andi Rizaldi menjelaskan, SNI yang paling banyak disusun adalah berjenis metode uji, istilah, definisi, serta ukuran, yang mencapai 43 persen dari total SNI.
“Selanjutnya adalah SNI untuk produk atau barang jadi, serta bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan standardisasi industri semakin luas, sejalan dengan kebutuhan industri dan masyarakat,” ujar Andi pada acara Temu Industri Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Logam dan Mesin (BBLM) 2025.
Selain merumuskan dan memberlakukan SNI, BSKJI juga melaksanakan pengawasan standardisasi baik di pabrik maupun pasar. Kegiatan ini dilakukan dengan koordinasi bersama kementerian yang membidangi perdagangan, serta mencakup pengawasan terhadap Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) yang berperan menguji dan menerbitkan sertifikat kesesuaian.
“Pada tahun 2024, Kemenperin telah melakukan pengawasan terhadap 67 SNI wajib yang mencakup 113 merek di 36 provinsi. Hasilnya, 61 merek telah memenuhi ketentuan SNI, sementara 51 merek masih memiliki catatan dan temuan yang perlu ditindaklanjuti,” ungkap Andi.
Kepala BSKJI menekankan pentingnya kerja sama lintas pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan standardisasi. “Kita tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan sinergi antara industri, LPK, asosiasi, akademisi, dan kementerian/lembaga agar manfaat standardisasi benar-benar dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Dalam hal ini, BBLM yang berada di lingkungan BSKJI diharapkan dapat berperan aktif mendukung penerapan, pemberlakuan, dan pengawasan SNI. “Layanan BBLM harus agile dan dinamis, menyesuaikan kebutuhan para pemangku kepentingan. BBLM harus hadir sebagai mitra yang memberikan solusi, sekaligus mendukung penjaminan mutu produk industri nasional yang berkualitas,” tuturnya.
Andi menambahkan, penguatan BBLM dan unit pelaksana teknis lainnya juga sejalan dengan upaya Kemenperin menjadikan SNI sebagai instrumen non-tariff barrier untuk melindungi masyarakat dan industri nasional di tengah derasnya arus produk impor. “Dengan membangun sinergi berkelanjutan, kita pastikan seluruh kebijakan standardisasi industri memberikan manfaat nyata bagi industri dan konsumen di Indonesia,” imbuhnya.
Guna mencapai sasaran tersebut, BBLM menyelenggarakan TEMATIK-BBLM Temu Pelanggan, Industri dan Stakeholder BBLM dengan tema “Penguatan Sinergis BBLM dengan Stakeholder Industri dalam Menghadapi Tantangan Global”. Salah satu agenda utama dalam kegiatan ini adalah penyerahan sertifikat akreditasi dan sertifikat SPPT SNI, verifikasi gas rumah kaca (GRK), serta sertifikat ISO 9001/14001/45001/SMKI kepada industri atau pelaku usaha.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement