Kredit Foto: Antara/Nova Wahyudi
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan mengungkapkan hingga saat ini belum ada investasi global yang masuk untuk mengolah hilirisasi batu bara menjadi Dymethil Ether (DME) sebagai substitusi kebutuhan LPG di tanah air.
"Ya, untuk DME ini kami belum mendengar yang very clear perusahaan mana lagi yang akan masuk ke Indonesia, ucapnya dalam gelaran The 3rd IICS Forum di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Nurul menjelaskan, proyek DME menjadi penting karena diharapkan mengurangi ketergantungan impor LPG yang terus membebani keuangan negara.
Baca Juga: Tekan Impor LPG, Proyek DME Jadi Prioritas dalam 18 Proyek Hilirisasi
"Kita punya kepentingan besar karena kita sangat kaya dengan batubara. Kemudian kita juga masih mengimpor gas sehingga nanti kalau DME ini bisa terjadi, maka ini bisa mensubstitusi, kita (Kementerian Investasi) masih belum mendengarkan ketertarikan secara real untuk DME ini. Gak tau kalau datang ke kementerian lain ya, karena kalau bagi kami, biasanya kami mencatatkannya adalah ketika mereka memang sudah masuk dan mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha)," lanjutnya.
Kendati belum terlisting, Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengungkapkan sudah ada investor asal Cina yang berminat untuk menggarap hilirisasi batubara menjadi DME.
Dirinya menyebut, saat ini pra studi kelayakan (feasibility study/FS) sudah dilakukan dan nilai investasinya mencapai USD1,2 miliar atau sekitar Rp19 triliun.
“Indonesia (perusahaan swasta) kerja sama dengan perusahan dari China. Pra-FS sudah. Investasinya sekitar US$1,2 miliar,” ujarnya di acara Energi dan Mineral Festival di Jakarta, (31/7/2025).
Baca Juga: 18 Proyek Hilirisasi Rampung FS Akhir 2025, DME Jadi Prioritas
Dirinya pun berharap proyek ini bisa berhasil dan menjadi model yang dapat direplikasi di wilayah lain demi mempercepat program substitusi LPG impor.
“Kebutuhan kita untuk LPG itu kurang lebih 8 juta ton, di mana 6,5 sampai 7 juta ton di antaranya adalah impor, dan itu cukup menguras defisit negara,” ucap Tri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement