Sidang Pemeriksaan Saksi LPEI: Ungkap Kredit PT Petro Energy Lancar dan Sesuai Prosedur Perbankan
Kredit Foto: Istimewa
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus menggelar sidang pembuktian pokok perkara dugaan korupsi terkait pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kasus ini menjerat tiga terdakwa dari PT Petro Energy, yakni:
Newin Nugroho (Direktur Utama),
Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan), dan
Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy).
Sidang yang berlangsung pada Senin, 6 Oktober 2025, menghadirkan enam saksi, di antaranya Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan (mantan Direktur Pelaksana LPEI), serta sejumlah pejabat dan analis risiko dari lembaga tersebut.
Arif Setiawan menyatakan di hadapan majelis hakim bahwa selama masa jabatannya, PT Petro Energy (PT PE) selalu lancar dalam menjalankan kewajiban pembayaran kredit.
"Selama saya menjabat hingga pensiun, PT PE selalu lancar dan tidak pernah ada tunggakan,” ujar Arif. Ia menambahkan bahwa rekam jejak pembayaran yang baik menjadi pertimbangan utama LPEI dalam memberikan perpanjangan fasilitas pembiayaan kepada PT PE.
“Track record nasabah adalah hal penting yang pasti menjadi bahan evaluasi,” tambahnya.
Arif juga menjelaskan bahwa seluruh proses analisis risiko dilakukan oleh unit terkait sebelum sampai ke level direksi. “Kalau dari bawah sudah oke, saya juga oke,” tegasnya, menekankan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara berjenjang.
Ia juga mengungkapkan bahwa LPEI menghadapi tantangan dalam mencari nasabah yang benar-benar bankable dan visible, sehingga reputasi menjadi faktor penting. "Salah satu pertimbangan adalah reputasi Grup Pak Jimmy Masrin (JM) yang dikenal baik di dunia perbankan,” ujarnya.
Terkait jaminan yang biasa diterima oleh LPEI, Arif menyebutkan bentuknya bisa berupa aset, persediaan (inventory), piutang (receivable), maupun corporate guarantee. “Untuk corporate guarantee, yang dilihat adalah reputasi dan kredibilitas pihak penjamin,” jelasnya.
Verifikasi dan Review Risiko Dilakukan Menyeluruh
Dalam kesaksiannya, Muhammad Pradithya, mantan Kepala Departemen Pembiayaan LPEI, menegaskan bahwa upayanya memperkenalkan PT Petro Energy ke LPEI dilakukan sepenuhnya dalam kapasitas profesional.
Menurut Pradithya, langkah tersebut adalah bagian dari strategi memperluas basis pembiayaan korporasi nasional, termasuk Grup Lautan Luas, dan bukan karena adanya intervensi dari pihak mana pun.
“Saya memang mencari PT Petro Energy karena itu bagian dari target saya untuk membawa Grup Lautan Luas sebagai nasabah LPEI,” ujar Pradithya.
“Tidak ada inisiasi atau permintaan dari Pak Jimmy Masrin (JM) untuk mendapatkan pinjaman.”
Pertemuan Informal di Restoran: Bukan Persetujuan Kredit
Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyinggung pertemuan antara Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi, Newin Nugroho, dan Jimmy Masrin di sebuah restoran di kawasan Slipi, Jakarta. Disebutkan bahwa Dwi Wahyudi sempat menyampaikan dukungan pembiayaan senilai sekitar Rp1 triliun dan pertemuan ditutup dengan jabat tangan.
Namun, Pradithya menegaskan bahwa peristiwa itu bukan bentuk persetujuan resmi, melainkan komunikasi awal informal. “Jabat tangan itu hanya simbol sebagai budaya timur, bukan dasar hukum kesepakatan pemberian pinjaman,” tegasnya.
Prosedur Formal Kredit: Melalui MAP dan Review Berlapis
Pradithya menjelaskan bahwa seluruh proses pembiayaan tetap mengikuti mekanisme formal, yaitu melalui penyusunan Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP). Proses ini memerlukan waktu sekitar empat bulan dan melibatkan beberapa unit penelaah serta komite risiko LPEI.
Keterangan Kemas Endi Aryo Kusumo: Tidak Ada Prosedur yang Dilanggar
Kesaksian serupa disampaikan oleh Kemas Endi Aryo Kusumo, Relationship Manager LPEI, yang menegaskan bahwa semua tahapan verifikasi telah dilalui secara berjenjang dan sesuai SOP.
“Tidak ada prosedur yang dilanggar. MAP kami susun secara berlapis, melalui review kelayakan, analisis risiko, dan rekomendasi komite pembiayaan,” jelas Kemas.
Ia juga menjelaskan bahwa nilai pembiayaan sebesar USD 22 juta dihitung berdasarkan kontrak penjualan minyak PT PE dengan PT Apex Indopacific dan PT Hokari Linex, dikalikan harga pasar dan asumsi perpanjangan kontrak hingga 2018.
“Selama periode 2015–2017, pembayaran kredit juga berjalan lancar tanpa keterlambatan. PT PE rutin menyampaikan laporan keuangan triwulanan dan tahunan yang diaudit,” tambahnya.
Tanggapan Kuasa Hukum: Tidak Ada Dana ke Pribadi Jimmy Masrin
Soesilo Aribowo, SH, MH, selaku Penasihat Hukum Terdakwa III Jimmy Masrin, menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menerima aliran dana pinjaman secara pribadi.
“Seluruh proses pembiayaan telah dijalankan sesuai prosedur oleh pejabat berwenang di LPEI,” ujarnya.
Soesilo menyatakan bahwa penyusunan MAP dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi), termasuk penerapan prinsip Know Your Customer (KYC) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan dan peraturan internal LPEI.
“Semua proses sudah berjalan sesuai ketentuan. Tidak ada satu rupiah pun dana pinjaman yang masuk ke rekening pribadi Pak Jimmy. Seluruhnya digunakan untuk kepentingan perusahaan,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pinjaman tambahan senilai Rp400 miliar merupakan bagian dari fasilitas pembiayaan resmi dan sah. Saat perusahaan mengalami kendala pada tahun 2016, utang tersebut telah direstrukturisasi melalui mekanisme PKPU, dan diambil alih oleh PT Pada Idi serta PT Caturkarsa, dengan kesepakatan pembayaran sebesar USD 60 juta. Dari total tersebut, sisa sebesar USD 30 juta masih berjalan lancar hingga tahun 2028 tanpa tunggakan.
“Kalau cicilan masih berjalan dan kreditnya dalam kondisi current, di mana letak kerugiannya?” tegas Soesilo.
Ia menambahkan, tudingan bahwa pemberian kredit dipengaruhi hubungan pribadi dengan Jimmy Masrin tidak relevan, karena kepemilikan sahamnya di PT Caturkarsa sangat kecil dan tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan pembiayaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sufri Yuliardi
Advertisement