Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tokocrypto Soroti Lambatnya Adaptasi Kebijakan Kripto Nasional

Tokocrypto Soroti Lambatnya Adaptasi Kebijakan Kripto Nasional Kredit Foto: Unsplash/Jeremy Bezanger
Warta Ekonomi, Jakarta -

CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menilai bahwa tantangan terbesar industri aset kripto di Indonesia saat ini bukan terletak pada minat pasar, melainkan pada keseimbangan regulasi dan kecepatan adaptasi kebijakan. 

Hal itu disampaikan Calvin menanggapi hasil kajian terbaru Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) yang menyoroti besarnya kontribusi industri kripto terhadap perekonomian nasional.

Menurut kajian LPEM FEB UI, aktivitas perdagangan aset kripto di Indonesia sepanjang 2024 menghasilkan nilai tambah bruto (PDB) sebesar Rp70,04 triliun, atau 0,32% dari total PDB nasional. Angka ini berpotensi meningkat hingga Rp260 triliun jika seluruh transaksi kripto berlangsung di ekosistem legal dan teregulasi. Selain itu, industri kripto telah berkontribusi menciptakan lebih dari 333 ribu lapangan kerja, dan berpotensi mencapai 1,2 juta pekerja bila seluruh aktivitas berpindah ke platform resmi.

Baca Juga: Pasar Kripto Masih Tertekan, Harga Bitcoin Sempat Menyentuh US$115.000

“Data ini menunjukkan bahwa kripto telah berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, membuka lapangan kerja baru, dan memperkuat literasi finansial digital masyarakat,” ujar Calvin dikutip dari keterangan resmi, Selasa (14/10/2025).

Ia menilai, hasil riset tersebut menjadi bukti bahwa kripto bukan lagi sekadar tren investasi, melainkan sektor ekonomi digital yang memiliki multiplier effect nyata. Namun, ia menekankan bahwa potensi tersebut tidak akan maksimal tanpa regulasi yang responsif terhadap perubahan teknologi dan dinamika pasar.

"Potensi besar ini hanya bisa terwujud penuh jika ada regulasi yang adaptif, pajak yang proporsional, dan penegakan terhadap platform ilegal yang konsisten. Industri kripto membutuhkan kebijakan yang mendorong daya saing, bukan yang menekan inovasi," jelas Calvin.

Baca Juga: OJK: Pajak Kripto Harus Seimbang, Jangan Bikin Investor Kabur

Calvin juga menyoroti bahwa proses listing token di Indonesia masih memakan waktu hingga 10 hari, sedangkan ketentuan pajak aset kripto dinilai lebih tinggi dibandingkan platform luar negeri. Kondisi ini, menurutnya, berisiko menurunkan daya saing industri dalam negeri.

“Kami berharap kebijakan pajak aset kripto bisa disesuaikan agar sepadan dengan instrumen investasi lain seperti saham, yaitu PPh final 0,1%. Dengan kebijakan yang lebih adil, ekosistem kripto dalam negeri akan lebih kompetitif dan menjadi penggerak ekonomi digital yang inklusif,” tutup Calvin.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: