Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Regulasi Baru TKDN Tidak Boleh Dianggap Sakral, Menperin Beri Penjelasan

Regulasi Baru TKDN Tidak Boleh Dianggap Sakral, Menperin Beri Penjelasan Kredit Foto: Kemenperin

Menperin menjelaskan, industri yang berinvestasi dan membangun pabrik di wilayah NKRI otomatis mendapatkan nilai tambah 25 persen. Dari sisi tenaga kerja, 10 persen nilai tambah diberikan bagi penggunaan tenaga kerja lokal, serta 15 persen tambahan dari penerapan BMP.

“BMP ini kami sederhanakan dan buat lebih inklusif. Ada 15 faktor penentu BMP yang kami siapkan, mulai dari penerapan tenaga kerja lokal, penambahan investasi baru, kemitraan dan penguatan rantai pasok, hingga substitusi impor. Jika dijumlah, bobot totalnya bisa mencapai 38 persen,” papar Agus.

Melalui kombinasi TKDN dan BMP ini, pelaku industri dapat mencapai ambang batas 40 persen dengan lebih mudah. “Inilah bentuk nyata bagaimana kami menghadirkan regulasi yang murah, mudah, cepat, dan memberikan insentif nyata bagi dunia usaha,” imbuhnya.

Lindungi investasi

Menperin juga mencontohkan keberhasilan penerapan kebijakan TKDN di sektor-sektor tertentu, seperti produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) serta alat kesehatan.

“Kami berterima kasih kepada Kementerian Komunikasi dan Digitalisasi yang mewajibkan nilai TKDN minimal 35 persen untuk produk HKT agar bisa mendapatkan izin edar. Hasilnya, investasi HKT di Indonesia meningkat dan impor menurun,” ungkapnya.

Begitu pula dengan Kementerian Kesehatan, yang kini mewajibkan alat kesehatan memiliki nilai TKDN minimal 20–30 persen untuk bisa beredar di rumah sakit dalam negeri. “Kalau kementerian lain meniru kebijakan seperti ini, saya yakin manufaktur nasional kita akan terbang,” kata Agus optimistis.

Selain pengadaan pemerintah, Permenperin 35/2025 juga mendorong industri konsumen untuk mencantumkan nilai TKDN di produknya, meski tidak terikat kewajiban izin edar atau PBJ.

“Kita tidak mewajibkan, tapi mendorong. Harapannya nanti ketika anak-anak kita ke supermarket, mereka bisa melihat dua produk air minum kemasan misalnya, yang satu tanpa label TKDN, yang satu lagi mencantumkan nilai TKDN. Kami ingin mereka memilih yang ada TKDN-nya. Ini bagian dari kampanye besar cinta produk Indonesia,” tutur Menperin.

Menperin kembali menegaskan bahwa Permenperin 35/2025 bukan sekadar revisi administratif, tetapi reformasi strategis. “Permenperin ini lahir dari kesadaran kolektif bahwa kemandirian ekonomi hanya bisa dicapai bila belanja publik dan konsumsi nasional berpihak pada industri dalam negeri. Kita ingin TKDN bukan sekadar angka, tapi simbol kebanggaan bangsa,” pungkasnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: