Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

ABI Kritik Keras Kepmen 268 : 'Bukannya Makin Hidup, Malah Makin Mati Penambang Bauksit'

ABI Kritik Keras Kepmen 268 : 'Bukannya Makin Hidup, Malah Makin Mati Penambang Bauksit' Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peraturan terbaru dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 268 Tahun 2024 menjadi sorotan tajam pelaku penambang bauksit. Aturan tersebut dinilai membuka celah bagi refinery untuk membeli bijih bauksit di bawah Harga Patokan Mineral (HPM), yang sebelumnya diatur ketat dalam Kepmen 72.

Ketua Association Bauxite Indonesia (ABI) , Ronald Sulistyanto, menyebut kebijakan baru itu justru mengancam kelangsungan hidup penambang bauksit di dalam negeri.

“Sekarang ada Kepmen 268 yang memperbolehkan beli di bawah HPM. Ironis. Bukannya makin hidup, malah makin mati penambangnya,” ujarnya dalam diskusi Minerba Convex 2025 di JICC, Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Baca Juga: ABI Ungkap 90 Persen Cadangan Bauksit RI Terkurung di Lahan Perkebunan Sawit

Ronald menjelaskan, pada Kepmen 72 sebelumnya, pemerintah telah menetapkan harga beli minimal agar tercipta keseimbangan antara penambang dan refinery. Namun, perubahan aturan ini membuat posisi tawar penambang melemah karena refinery bisa menekan harga jauh di bawah HPM.

"Jauh. Kalau sekarang HPM-nya 40, mereka beli cuma 28. Kan jauh. Tapi penambang tetap harus bayar royalti sesuai HPM. Jadi, kasihan penambangnya. Sudah bayar sesuai HPM, tapi harga jualnya di bawah," tambahnya. 

Menurutnya, kondisi ini tidak sehat. Ia pun berharap pemerintah dapat mengunci harga sehingga menciptakan ekosistem bisnis yang positif.  Tanpa koreksi terhadap kebijakan harga dan sistem pengawasan transaksi, ekosistem industri bauksit nasional akan semakin timpang.

Baca Juga: Antam Terkendala Jual Bauksit dan Feronikel Akibat Kepmen ESDM 268/2025

"Makanya sistemnya harus dikunci kayak nikel itu. Begitu dia tidak sesuai HPM, dia nggak bisa lanjut. Itu kan fair. Nah katanya, nanti refinery bisa kabur. Mereka sudah investasi 30 tahun, masa mau kabur? Nggak ada. Ini kan soal perdagangan. Mau impor? Lucu dong. Ada 70 penambang, tapi nggak bisa diberdayakan. Kan nggak masuk akal," tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: