Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KOSMAK Sebut Capai 6,320 Juta MT, Praktik Penambangan Batubara Ilegal di Kaltim Diduga Masih Berjalan Meski Tengah Diselidiki Kejagung

KOSMAK Sebut Capai 6,320 Juta MT, Praktik Penambangan Batubara Ilegal di Kaltim Diduga Masih Berjalan Meski Tengah Diselidiki Kejagung Kredit Foto: Antara/Nova Wahyudi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (KOSMAK) melaporkan adanya peningkatan aktivitas perdagangan batubara yang diduga ilegal di Kalimantan Timur. Aktivitas ini disebutkan masih berlangsung meskipun kasus serupa tengah disidik oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung.

Penyelidikan Kejaksaan Agung terhadap dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam tata kelola pertambangan batubara di Provinsi Kalimantan Timur telah dimulai sejak 2 April 2024, berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Prin-19A/F.1.04/2024.

Ronald Loblobly, koordinator KOSMAK, dalam keterangannya, menyampaikan bahwa pihaknya mendorong Presiden Prabowo Subianto dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk mengambil tindakan tegas. 

“Kami minta Presiden Prabowo Subianto bertindak keras, dan menuntut Jaksa Agung Sanitar Burhanuddin agar mengevaluasi Jampidsus Febrie Adriansyah,” ujar Ronald.

Berdasarkan investigasi KOSMAK, pada periode Maret-September 2024, Sugianto alias Asun bersama seorang warga negara India, Sanjai Gattani, dilaporkan menjual batubara ilegal sebanyak 750.000 MT. Batubara tersebut dimuat ke dalam 11 Mother Vessel.

Perdagangan diduga dilakukan melalui trader dengan menggunakan dokumen dari beberapa entitas lain. Nilai dana koordinasi perdagangan batubara ilegal yang dikeluarkan disebut mencapai puluhan miliar rupiah.

Temuan KOSMAK menunjukkan bahwa setidaknya sejak periode April-Desember 2023 hingga Januari-April 2024, telah diperdagangkan batubara ilegal sebanyak 6,320 juta MT. 

Aktivitas ini melibatkan lima perusahaan tambang batubara yang kegiatannya diduga hanya menjual RKAB. Kelima perusahaan tersebut disebut sejak tahun 2019 berstatus mine out dan dinilai sudah tidak layak untuk ditambang.

“Meskipun buktinya menurut kami telah terang, hingga kini Jampidsus belum menetapkan oknum tersebut sebagai tersangka,” pungkas Ronald Loblobly.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: