Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong industri nasional, terutama pada sektor padat karya untuk semakin kompetitif, mampu menciptakan lapangan kerja, dan menarik investasi.
Hal tersebut diwujudkan melalui program pembiayaan baru, yaitu Kredit Industri Padat Karya (KIPK) yang ditujukan untuk mendukung revitalisasi mesin, peningkatan produktivitas, serta memperkuat daya saing industri nasional di pasar global.
Baca Juga: Pariwisata Kembali Jadi Kekuatan Ekonomi Nasional
"Program KIPK ini merupakan tindak lanjut dari arahan Bapak Presiden untuk memperkuat sektor industri padat karya melalui langkah deregulasi besar-besaran," ucap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Senin (10/11).
Menperin menyebutkan, sektor penerima KIPK antara lain meliputi industri makanan dan minuman, tekstil, pakaian jadi, kulit dan barang kulit, alas kaki, furnitur, dan mainan anak. “Sektor-sektor ini memiliki potensi besar dalam menyerap tenaga kerja dan menggerakkan ekonomi daerah,” jelasnya.
Meski demikian, Agus mengakui bahwa tingkat pemanfaatan KIPK masih tergolong rendah karena belum banyak pelaku industri yang mengetahui dan mengakses fasilitas tersebut. “Ini merupakan peluang besar bagi pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) untuk meningkatkan kapasitas produksinya melalui skema pembiayaan yang mudah dan terjangkau,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Menperin menilai bahwa program KIPK juga mendukung pencapaian misi Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka, yakni memperkuat daya saing industri nasional, menciptakan lapangan kerja baru, memperluas basis ekspor, dan mempercepat transformasi menuju industri modern yang berkeadilan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Reni Yanita menegaskan pentingnya percepatan implementasi program KIPK agar dampaknya segera dirasakan pelaku industri. “Keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada regulasi dan skema pembiayaan, tetapi juga pada sinergi antarinstansi dan kecepatan pelaksanaannya di lapangan,” ujar Reni saat membuka kegiatan Sosialisasi KIPK di Balai Pemberdayaan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Sidoarjo, Jawa Timur.
Menurut Dirjen IKMA, perusahaan yang dapat mengajukan KIPK harus memiliki minimal 50 tenaga kerja dan memenuhi persyaratan administratif serta teknis sesuai ketentuan. “Kami mendorong percepatan pembiayaan KIPK melalui koordinasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement