Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kepala Daerah Temanggung Tolak FCTC, Regulasi Tembakau Dinilai Tidak Sesuai Kondisi Nasional dan Rugikan Petani

Kepala Daerah Temanggung Tolak FCTC, Regulasi Tembakau Dinilai Tidak Sesuai Kondisi Nasional dan Rugikan Petani Kredit Foto: Antara/Siswowidodo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wacana untuk mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai regulasi nasional mendapat penolakan dari sejumlah kepala daerah. Penolakan ini didasari penilaian bahwa FCTC tidak sesuai dengan konteks sosial ekonomi Indonesia dan dikhawatirkan dapat merugikan jutaan penduduk yang menggantungkan mata pencaharian pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Kekhawatiran utama muncul karena FCTC dinilai berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi daerah, terutama di daerah produsen tembakau utama seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ketat tersebut tidak hanya berdampak pada nasib petani, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup UMKM dan sektor padat karya yang bergantung pada industri ini.

Menanggapi hal ini, Bupati Temanggung, Agus Setyawan, secara khusus menyoroti dampak regulasi yang dianggap terlalu ketat, seperti PP Nomor 28 Tahun 2024. Sebagai salah satu daerah penghasil tembakau terbesar di Indonesia, Temanggung merasa ekosistem sosial dan budaya petani tembakau sangat terancam oleh kebijakan yang kurang berpihak.

Baca Juga: Kebijakan Tak Naikkan Cukai Tembakau Dinilai Jaga Stabilitas Industri dan Tenaga Kerja

“Tembakau bukan masalah, tapi solusi bagi ekonomi desa. Kalau regulasi tidak berpihak, maka yang mati bukan hanya petaninya, tapi seluruh ekosistem sosial di bawahnya,” ujar Agus.

Ia menegaskan bahwa tembakau adalah sumber kehidupan bagi banyak desa. Namun, industri ini justru dilemahkan oleh regulasi yang tumpang tindih dan konflik antar kebijakan, yang membuat petani semakin tertekan.

“Petani ingin tetap hidup, bisa menanam, dan memberi kontribusi bagi ekonomi bangsa,” imbuhnya.

Agus juga mengkritisi kebijakan seperti PP 28/2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang dinilai tidak mempertimbangkan nasib petani. Menurutnya, tembakau bukan sekadar komoditas ekonomi, melainkan soal keberlangsungan hidup masyarakat desa.

Sementara itu, Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo, turut menyuarakan penolakan terhadap FCTC. Situbondo, sebagai penghasil tembakau terbesar ketiga di Jawa Timur, mampu memproduksi hingga 12.000 ton tembakau per tahun. Ia mempertanyakan arah kebijakan pemerintah pusat yang dinilai tidak konsisten.

Baca Juga: Lampaui Dividen BUMN, Kadin Sebut Industri Tembakau Sumbang Rp216 Triliun ke Negara

“Posisi negara sebenarnya ada di mana? Apakah negara ingin mendukung industri ini, atau justru ingin menghapusnya? Sikap pemerintah selama ini tidak jelas, seperti dua arah yang berlawanan,” ungkap Yusuf.

Yusuf menekankan bahwa industri tembakau memiliki peran penting dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung penerimaan daerah. Jika industri ini diperkuat, pembangunan daerah diyakini akan meningkat.

“Tembakau bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga bagian dari sumber penghidupan jutaan rakyat. Faktanya, ketika pembatasan diperketat, konsumsi rokok juga tidak menurun secara signifikan,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: