BRIN Rilis Hasil Uji Toksikan Rokok Elektrik, Terbukti Lebih Rendah dari Rokok Konvensional
Kredit Foto: Istimewa
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merilis hasil kajian laboratorium terbarunya mengenai kandungan senyawa toksikan dalam rokok elektrik atau vape berbasis cairan. Studi ini tercatat sebagai yang pertama di Indonesia yang melakukan pengujian spesifik terhadap sembilan jenis senyawa berbahaya, sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hasil riset tersebut dipublikasikan kepada publik dalam sebuah konferensi pers di Hotel Borobudur, Jakarta.
Peneliti BRIN, Prof. Bambang Prasetya, menjelaskan bahwa riset ini melibatkan pengujian pada 60 sampel vape dari berbagai merek dan varian nikotin yang tersedia di pasar, yang dibandingkan dengan tiga jenis rokok konvensional. Pengujian laboratorium difokuskan untuk mengukur kandungan formaldehida, asetaldehida, akrolein, karbon monoksida, 1,3-butadiena, benzena, benzo(a)pyrene, serta dua nitrosamin khas tembakau, yaitu NNN dan NNK.
Hasil pengujian laboratorium menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok antara emisi yang dihasilkan vape dan rokok konvensional. Beberapa toksikan terdeteksi dalam kadar yang sangat rendah pada sampel vape: formaldehida 10 kali lebih rendah, akrolein 115 kali lebih rendah, dan benzena 6.000 kali lebih rendah. Selain itu, beberapa senyawa berbahaya seperti karbon monoksida, 1,3-butadiena, NNN, dan NNK, sama sekali tidak terdeteksi pada seluruh sampel vape yang diteliti. Meskipun demikian, BRIN menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap senyawa berbahaya yang masih ada.
“Emisi dari rokok elektrik memang mengandung kadar toksikan yang jauh lebih rendah dibandingkan rokok konvensional. Namun tetap ditemukan senyawa seperti formaldehida, asetaldehida, dan benzo(a)pyrene, meskipun jumlahnya signifikan lebih kecil. Karena itu, pengawasan mutu dan standardisasi pengujian tetap diperlukan,” ujar Prof. Bambang.
Baca Juga: UMKM Rokok Elektrik Turut Diuntungkan Kebijakan Cukai dan HJE 2026 Tidak Naik
Riset ini dinilai menjadi awal dalam membangun fondasi data ilmiah terkait produk tembakau alternatif dan teknologi nikotin di Indonesia. BRIN menekankan pentingnya evidence-based policy making, terutama di tengah berkembangnya pasar dan inovasi produk nikotin. Dengan data toksikologi yang lebih akurat, kebijakan publik diharapkan dapat disusun secara proporsional.
“Dengan memahami profil toksikan berbagai produk nikotin, pemerintah dan masyarakat bisa mengambil keputusan yang lebih bijak dan berbasis bukti,” tambah Prof. Bambang.
Kegiatan diseminasi ini juga mempertemukan para pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk akademisi, peneliti, kementerian, lembaga pemerintah, dan pelaku industri. Forum tersebut menjadi ruang untuk membaca hasil riset secara objektif sekaligus membangun pemahaman bersama terkait risiko dan regulasi rokok elektrik.
BRIN menyampaikan komitmennya untuk memperkuat kapasitas pengujian nasional, meningkatkan literasi sains, dan mendorong kolaborasi riset lintas sektor. Lembaga itu berharap hasil pengujian tidak hanya berhenti di laboratorium, tetapi ikut mewarnai penyusunan regulasi yang melindungi kesehatan masyarakat tanpa menghambat inovasi industri.
“Riset seperti ini harus terintegrasi dengan penyusunan kebijakan publik. Kolaborasi lintas sektor penting agar keputusan yang diambil tetap memprioritaskan kesehatan masyarakat, namun juga memberi ruang bagi inovasi yang bertanggung jawab,” kata Prof. Bambang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement