Boni Hargens Setuju Putusan MK, Durasi Jabatan Kapolri Disesuaikan Berdasarkan Kebutuhan Negara
Kredit Foto: Istimewa
Analis politik dan Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens, memberikan sorotan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan tersebut berkaitan dengan gugatan yang diajukan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Boni menyatakan kesepakatannya dengan putusan MK yang menolak gugatan untuk membatasi masa jabatan Kapolri selama 5 tahun. Menurut pandangannya, durasi jabatan bagi pimpinan tertinggi di Kepolisian tidak perlu diatur secara periodik dengan batasan waktu lima tahun. Ia berpendapat bahwa masa berlaku jabatan Kapolri, sebagai alat negara, seharusnya disesuaikan berdasarkan kebutuhan yang dimiliki oleh negara.
“Durasi jabatan (Kapolri) harus ditentukan oleh kebutuhan negara melalui kewenangan prerogatif Presiden sebagai kepala negara,” ujarnya kepada wartawan pada Jumat (14/11/2025).
Dengan masa jabatan yang tidak terikat, lanjut Boni negara memungkinkan negara untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi dan tantangan keamanan yang dinamis, tanpa terkungkung oleh batasan waktu yang artificial. Menurutnya ,pembatasan masa jabatan Kapolri secara kaku justru dapat kontraproduktif.
“Dalam konteks penegakan hukum dan pemeliharaan keamanan nasional, kontinuitas kepemimpinan yang efektif seringkali lebih penting daripada rotasi yang dipaksakan oleh kalender,” ujarnya.
Menurut Boni, putusan Mahkamah Konstitusi ini membawa implikasi yang luas dan mendalam terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam hal pemahaman tentang kedudukan lembaga-lembaga negara dan hubungannya dengan kekuasaan eksekutif.
“Keputusan ini memperjelas batasan antara institusi negara yang bersifat permanen dengan jabatan-jabatan politik yang bersifat temporer,” ucapnya.
Selain itu, Boni menilai putusan MK ini memperkuat independensi Polri sebagai institusi penegak hukum yang tidak terikat pada kepentingan politik jangka pendek pemerintahan tertentu.
Selain itu, MK telah Memberikan kejelasan mengenai hubungan antara Presiden dan Kapolri yang bersifat konstitusional, bukan hubungan atasan-bawahan dalam struktur kabinet.
“Di dalamnya tetap ada penegasan prinsip checks and balances, bahwa meskipun Presiden memiliki prerogatif, pengangkatan Kapolri tetap memerlukan persetujuan DPR, menjaga keseimbangan kekuasaan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Boni mengatakan, putusan MK ini juga memungkinkan negara untuk mempertahankan kepemimpinan efektif dalam institusi strategis berdasarkan kebutuhan objektif, bukan kalender politik.
Dari perspektif hukum tata negara, kata Boni putusan ini juga memberikan preseden penting dalam memahami karakteristik berbagai jabatan dalam struktur pemerintahan Indonesia. Tidak semua jabatan yang diangkat oleh Presiden otomatis menjadi bagian dari kabinet atau tunduk pada logika politik elektoral.
Baca Juga: Resmi Dilantik, Prabowo Dorong Komisi Reformasi Polri Wujudkan Supremasi Hukum dan Keadilan
Ada kategori jabatan-jabatan strategis yang meskipun pengangkatannya merupakan prerogatif Presiden, namun secara fungsional harus menjaga jarak dari dinamika politik untuk memastikan objektivitas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas konstitusionalnya.
Putusan ini juga merefleksikan kematangan demokrasi Indonesia yang mampu membedakan antara kontrol demokratis dengan politisasi institusi negara
‘Kontrol demokratis diperlukan dan dijalankan melalui mekanisme persetujuan DPR, namun hal tersebut tidak berarti institusi seperti Polri harus tunduk pada siklus politik atau menjadi instrumen politik pemerintah yang sedang berkuasa,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement