Kredit Foto: Kemenperin
Dalam memperkuat fondasi rantai pasok industri alat angkut nasional, Kementerian Perindustrian (Kemenperim) mengambil langkah melalui kemitraan strategis antara industri besar dan pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM).
Hal tersebut diwujudkan dengan penandatanganan 36 nota kesepahaman antara 33 IKM komponen otomotif dan 24 perusahaan industri besar di sektor alat angkut melalui program Kemitraan IKM Alat Angkut dengan Industri Besar.
Baca Juga: Wonderful Indonesia Awards 2025 Diharapkan Jadi Tolak Ukur Hadirkan Pariwisata Berkualitas
Kerja sama ini menjadi langkah signifikan untuk memastikan produk IKM memiliki pasar berkelanjutan, meningkatkan daya saing, serta memberikan multiplier effect terhadap pertumbuhan industri otomotif nasional.
Ini disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat membuka kegiatan Kemitraan IKM Alat Angkut dengan Industri Besar (Link and Match) 2025 di Jakarta, Selasa (2/12/2025).
“Inti dari kegiatan kita hari ini adalah bagaimana kita bisa menjalankan program kita yang disebut dengan substitusi impor, untuk memperkuat struktur industri,” ujarnya, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Rabu (3/12).
Industri alat angkut tercatat sebagai subsektor strategis yang terus menopang struktur manufaktur Indonesia. Pada Triwulan – III tahun 2025, sektor ini berkontribusi 1,28 persen terhadap PDB nasional.
Dengan jaringan produksi kendaraan, karoseri, alat berat, kendaraan khusus, hingga sepeda motor dan komponen, subsektor ini menggerakkan rantai nilai yang padat karya dan memiliki keterkaitan hulu–hilir yang kuat dengan ratusan industri pendukung.
Di dalam subsektor tersebut, industri otomotif menempati posisi dominan sebagai motor utama pertumbuhan manufaktur. Saat ini, terdapat 39 pabrikan kendaraan roda empat dengan kapasitas produksi 2,39 juta unit per tahun, serta 82 pabrikan kendaraan roda dua dan tiga yang mampu memproduksi hingga 11,2 juta unit per tahun.
Hingga Oktober 2025, produksi kendaraan roda dua dan tiga mencapai 5,89 juta unit dengan ekspor kendaraan utuh sebanyak 460 ribu unit, sementara produksi kendaraan roda empat mencapai 960 ribu unit, di mana 430 ribu unit atau hampir separuhnya terserap pasar mancanegara.
Berdasarkan data International Organization of Motor Vehicle Manufacturers (OICA), rasio kepemilikan mobil Indonesia sebesar 99 per 1.000 penduduk, jauh di bawah Malaysia, Thailand, dan Singapura. Kondisi ini menunjukkan ruang pertumbuhan besar yang hanya dapat terealisasi bila rantai pasok domestik diperkuat.
Di sisi lain, lanjut Menperin, keberhasilan ekspansi industri otomotif bergantung pada daya saing IKM komponen. Kapasitas produksi nasional, sebesar apa pun, tidak akan optimal tanpa ekosistem pemasok lokal yang siap memenuhi standar kualitas industri. Negara-produsen otomotif besar menunjukkan satu pola, yaitu IKM komponen yang kuat, terstruktur, memiliki kontrak jangka panjang, transfer teknologi, dan pembinaan kualitas berkelanjutan.
“Model seperti ini yang dapat terus-menerus mendukung upaya kita agar produksi di pabrik-pabrik otomotif bisa lebih efisien menurunkan biaya produksi, menekan ketergantungan impor, dan juga meningkatkan daya saing global mereka,” katanya.
Data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) mencatat terdapat 1.412 unit usaha IKM komponen alat angkut yang tersebar di berbagai sentra, mulai Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga DI Yogyakarta. IKM tersebut memproduksi komponen bodi dan sasis, knalpot, interior dan aksesori, komponen plastik dan karet, hingga produk modifikasi dan pendingin radiator. Keberagaman ini mencerminkan fondasi kemampuan produksi domestik yang siap mendukung kebutuhan pabrikan otomotif nasional.
Kontribusi IKM juga telah terbukti melalui Program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Dari total 274 pemasok komponen otomotif untuk program tersebut, sebanyak 51 merupakan IKM nasional. “Secara khusus, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada pimpinan PT Industri Kereta Api (INKA),” tutur Menperin.
Meski demikian, Menperin menegaskan terdapat sejumlah tantangan strategis yang harus diatasi. Banyak IKM masih mengalami keterbatasan modal untuk modernisasi peralatan produksi, kesenjangan teknologi antara pemasok lokal dan industri besar, hingga perbedaan sistem manajemen mutu, sertifikasi, dan standar audit. Selain itu, kapasitas produksi belum sepenuhnya konsisten dalam skala besar, dan akses informasi kebutuhan komponen dari produsen utama masih terbatas.
Di tengah upaya memperkuat rantai pasok, Indonesia masih menghadapi tantangan tingginya impor komponen otomotif. Pada periode Januari–September 2025, impor otomotif tercatat sebesar USD 8,26 miliar, dengan lonjakan impor komponen mencapai lebih dari 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement