Kredit Foto: Azka Elfriza
Perbanas membuka opsi hapus tagih dan hapus buku bagi debitur terdampak banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kebijakan ini menjadi langkah mitigasi perbankan untuk meringankan beban ekonomi masyarakat yang kehilangan usaha maupun aset akibat bencana yang terjadi pada akhir November 2025.
Ketua Umum Perbanas, Hery Gunardi, menyampaikan bahwa bank-bank anggota, terutama Himbara di Sumatera, tengah melakukan pendataan menyeluruh terhadap debitur yang mengalami kerugian signifikan. Pendataan menjadi dasar penentuan kelonggaran kredit.
“Semua tidak hanya KUR, tapi juga kita lihat kan ada kredit yang lain, kredit konsumtif juga ada, KPR,” ujar Hery dalam konferensi pers CEO Forum Economic Outlook 2026 di Gedung BRI, Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Baca Juga: Permintaan Kredit 2025 Melemah, Perbanas Nilai Perlu Strategi Pemulihan Demand
Hery menjelaskan bahwa tim bank telah melakukan verifikasi lapangan untuk menilai kondisi usaha dan aset nasabah. Opsi hapus tagih atau hapus buku dipertimbangkan ketika debitur tidak lagi memiliki kemampuan berusaha karena dampak fisik bencana.
“Jadi artinya usahanya benar-benar tidak bisa jalan lagi, kena banjir, tokonya hilang, atau usahanya hanyut dibawa air, tentunya perbankan punya cara untuk tidak memberatkan debiturnya,” kata Hery.
Ia menambahkan bahwa kebijakan penghapusan kewajiban tersebut pernah diterapkan pada bencana-bencana sebelumnya.
“Apakah nanti itu hapus tagih atau hapus buku, dulu kita lakukan seperti itu. Baik kalau yang masih bisa usaha ya nanti kita tinjau lagi restrukturisasinya mau seperti apa. Itu posisinya sekarang,” tuturnya. Keputusan final ditetapkan setelah seluruh proses identifikasi selesai dan kondisi usaha masing-masing debitur dipetakan.
Baca Juga: Rupiah dan Inflasi Stabil, Perbanas Optimistis Ekonomi 2026
Pendataan tidak hanya berada di sektor UMKM, tetapi juga sektor lain seperti pertanian yang mengalami kerusakan lahan dan kehilangan alat produksi. Perbanas menilai cakupan identifikasi harus luas agar penanganan dampak ekonomi lebih komprehensif. Hery menegaskan bahwa kebijakan ini berjalan searah dengan regulasi OJK mengenai relaksasi kredit bagi korban bencana alam.
“Jadi tidak usah khawatir, kan tidak mungkin orang sudah tidak mampu lagi masih ditagih. Kita juga tentunya memikirkan hal itu sejalan dengan apa yang diimbau oleh pemerintah juga,” ujarnya.
Menurut Hery, langkah kelonggaran kredit diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi masyarakat di wilayah terdampak. Dengan memberikan ruang napas bagi debitur, industri perbankan berharap aktivitas ekonomi lokal dapat pulih lebih cepat dan membantu pemulihan sosial di kawasan tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement