Hadapi Revolusi Industri 4.0, Perbankan Terganjal Dua Tantangan Besar
Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Kartika Wirjoatmodjo, menilai ada dua tantangan bagi industri perbankan dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Tantangan itu berasal dari internal dan eksternal.
"Internal kita tahu perbankan itu industri yang sangat terstruktur organisasinya, SOP-nya, risk managementnya, apalagi Mandiri yang bank BUMN. Kita harus membayangkan bank demikian terstruktur dengan risk management ketat apalagi bumn harus beradaptasi melawan pemain fintech yang relatif tidak ada regulasinya," ujar Kartika yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri di Jakarta, Rabu (14/11/2018).
Tiko, sapaan akrab Kartika, mengakui dengan kondisi diatas perbankan sulit bergerak lincah sebagaimana fintech. Pasalnya agility-nya perbankan tidak boleh menabrak ketentuan dan aturan yang sudah dibuat regulator.
"Ini memang tantangan di dalam seperti membangun tim, capability, kecepatan beradaptasi, tapi juga tetap melihat aspek-aspek operasional risk, security, data security, ini yang memang menjadi tantangan," jelas Tiko.
Sementara bila melihat pemain-pemain fintech mereka bisa bereksperimentasi dengan lebih jauh dan lebih bebas. Untuk itu, bank Mandiri mencoba beradaptasi dengan membuat venture capital, yang juga bisa melakukan penyertaan di pemain fintech.
"Supaya kita bisa tahu bagaimana cara kita mengembangkan aplikasinya, bagaimana mereka berpikir, bagaimana kita bisa berkolaborasi," ucapnya.
Kemudian untuk tantangan eksternalnya datang dari sisi customer dan regulator. Untuk urusan payment saat ini mereka sudah tidak lagi melihat yang menfasilitasi siapa asalkan paymentnya beres. Dia tidak peduli apa mau pakai fintech, pakai visa, gpn, melalui toolsnya bank, yang penting payment-nya bisa terlaksana dengan cepat, aman, dan bisa memberikan benefit dengan adanya promo-promo.
"Ini tantangan kita karena isu security sudah bukan jadi isu yang diperhatikan lagi karena mereka sudah melihat kecepatannya, kenyamanannya, dan kalau bisa ada benefit. Ini yang harus kita sesuaikan, produk kita ke depan. Sebagai contoh ada namanya MDR (merchant discount rate), kita charge antara 1,3 sampai 1,6%. Nah Pemain baru bisa di 0% kan MDR-nya buat merchant. Nah ini susah juga, kita masih pakai model lama men-charge MDR, sedangkan pemain baru ngasih 0%. Ini tantangan kita sekarang dari kacamata user dan custumer experience," jelasnya.
Adapun terkait regulator, Tiko memahami OJK dan BI berusaha yang terbaik untuk bisa mengikuti perubahan ini. Oleh karena itu ke depan pihaknya ingin makin dalam bekerja sama dengan regulator untuk membuat pola persetujuan maupun room yang diberikan untuk pemain yang eksisting.
"Sehingga kita bisa agak lebih speednya bersaing dengan non tradisional bank ini bisa lebih cepat dan lebih terbuka," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: