Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pesan Emil: Selamatkan Alam dan Satwa Kita

Warta Ekonomi -

WE Online, Bogor - Tokoh lingkungan hidup Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof Emil Salim berpesan agar masyarakat Indonesia menjaga alam dan satwa untuk tetap lestari dan terlindungi habitatnya tanpa dirusak ataupun diganggu manusia.

"Pesan saya, selamatkan alam dan satwa ini," kata Emil dalam penyerahan hadiah International Animal Photo Competition (IAPC) ke-25 di Taman Safari Indonesia, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/11/2015).

Emil mengatakan deretan foto yang dihasilkan dalam lomba Foto Satwa yang diselenggarakan TSI tersebut mengartikan banyak hal, salah satunya foto satwa tersebut mempunyai kesan manusiawi seperti foto ibu orang utan yang menggendong anaknya penuh kasih.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup pertama Indonesia ini mengisahkan tentang ajaran ayahnya yang mengajarkan dirinya untuk melihat apa yang bisa dipelajari dari alam yang disajikan Tuhan di depan manusia.

"Ayah saya berkata, pandangi alam ini apa yang bisa dipelajari. Beliau berkata dalam pepatang Minang Kabau, Alam Ta Kambang Jadi Guru (alam terkembang adalah guru-red)," kata Emil.

Diceritakannya, ketika ayahnya bekerja sebagai pejabat di era Pemerintahan Belanda, saat itu hendak membangun jalan di wilayah Sumatera Selatan. Warga setempat berpesan kepada ayahnya agar jalur yang dibuat oleh manusia jangan sampai memotong jalan yang dilalui oleh gajah.

Ia mengatakan jalur yang dilalui oleh gajah itu merupakan jalan untuk mencari makan. Gajah adalah hewan yang sangat menyukai durian. Yang dimakan oleh gajah adalah duri durian, bukan isinya. Durian yang sudah dimakan oleh gajah dikeluarkan lagi bersama kotoran gajah.

"Penduduk setempat pernah mengajak saya untuk mencari tumpukan durian bekas makan gajah. Durian yang sudah tidak berduri itu, begitu dimakan rasanya luar biasa enak. Sama seperti kopi yang dimakan oleh luwak, harganya menjadi sangat mahal," kata Emil.

Dari gajah, lanjut Emil, manusia dapat belajar. Seperti pejabat tinggi apabila memakan durian sudah disuguhkan dengan kondisi terbuka, dan tinggal menikmatinya. Begitu pula peran yang dilakukan gajah kepada manusia, menyediakan durian yang sudah tidak berduri sehingga memudahkan manusia menikmatinya.

Pelajaran berikutnya, yang diceritakan Emil, ketiga tinggal di pedalaman, ia kerap mendengar suara Harimau yang mengaum di sekitar rumahnya. Lalu sang ayah mengingatkannya untuk tidak takut, auman harimau tersebut berarti datuk (kakek-red) tengah menjaga kita.

"Ayah saya bilang, auman itu artinya kakek (datuk-red) menjaga kita. Jadi ada rasa kasih terhadap Harimau," kata dia.

Emil juga mengisahkan ketika berusia 11 tahun, sebagai anak Minang ia diajarkan silat dan berguru pada Guru Tora. Guru yang boleh mengajar adalah guru yang sudah lulus bersilat dengan harimau. Untuk mendapatkan mandat mengajarkan silat, Guru Tora mencari untuk melatif kemampuannya. Pelajaran yang diajarkan adalah harimau selalu mencari bukit atau daerah tinggi untuk menyerah dari atas, karena harimau tidak pernah menyerang dari bawah.

Untuk menaklukkan harimau, tidak harus menggunakan senjata tajam, pisau atau senjata yang dapat melukainya. Tetapi dengan melihat mata harimau, dan gerakan bahunya, ketika ada kilatan di mata dan barunya terangkat, artinya harimau sudah siap untuk menerkam.

"Kalau sudah melihat kilatan itu, segera menunduk karena harimau mulai menyerah. Saat itu juga guru saya mampu mengalahkan harimau karena berhasil menendang kemaluannya. Dan harimau itu tau, kalau dia sudah dikalahkan. Mengalahkan harimau tidak perlu menggunakan senjata, cukup belajar dari gerak tubuhnya," kata Emil.

Emil juga menceritakan pelajaran alam lainnya yang diperoleh dari sang ayah, yakni cara bertahan hidup di hutan. Pada zaman Belanda, ia belajar di hutan bersama ayah. Selama di hutan tidak ada makanan yang bisa dibawa. Ayahnya berpesan, harus mencari makanan apa yang ada di hutan.

Pesan ayahnya, ketika mencari makan siang hari kalau ada suara kera, siamang, monyet atau sebangsanya ramai bersahut-sahutan itu adalah petanda gerombolan satwa itu telah selesai makan. Hewan tersebut selalu tinggi di area yang ada makanannya.

"Ketika kita menyusuri lokasi tempat suara kera itu berasal, maka akan tampak tempat mereka selesai makan, tampak bekas-bekas buah yang mereka makan. Dan apa yang dimakan oleh satwa kera itu boleh dimakan oleh manusia. Kera mengajarkan manusia, ketika kita lapar ikutilah suara ku, karena setelah aku makan kalian bisa makan agar kalian bisa bertahan," kata Emil.

Emil menegaskan, satwa yang diciptakan oleh Tuhan ada gunanya untuk manusia, hewan adalah buku untuk manusia, begitu juga dengan alam yang terkembang adalah guru bagi manusia. Isi alam, satwa, manusia, tumbuhan, adalah buku yang mengajarkan manusia agar ia menjadi pandai.

"Kalau kamu ke hutan lihat alam, lihat tumbuhan, cari goresan kalimat Ilahi. Alam ciptaan Tuhan, goresan pena Tuhan. Kita berada di alam yang merupakan tulisan Tuhan. Seperti kita masuk ke TSI, melihat pohon, satwa-satwa bebas berlarian, ini bukti bahwa mereka hidup. Dan alam terkembang ini adalah buku agar kita belajar," kata Emil. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: