WE Online, Jakarta - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat mengatakan sangat mungkin PKS mengikuti jejak PAN untuk merubah arah politiknya dari oposisi menjadi koalisi.
Menurutnya, karena partai yang ada selalu 'bermain dua kaki'. Selain itu menurutnya tidak adanya kesamaan ideologi yang seharusnya menjadi dasar dibentuknya koalisi ikut menjadi pemicu pecahnya koalisi yang dibangun sebelumnya.
"Jadi ada dua aspek yang pertama adalah realitas dimana banyak partai bermain dua kaki dan yang kedua karena alasan filosofis yaitu karena koalisi yang dibangun oleh partai-partai itu tidak dibangun berdasarkan adanya kesamaan ideologi tapi karena kepentingan sesaat," ujar Syarif ketika dihubungi, Selasa (22/12/2015).
Hal ini berbeda jika koalisi dibangun berdasarkan kesamaan ideologi. Kalau ada kesamaan ideologi, berbagai masalah yang muncul akan dinilai sebagai dinamika dan tantangan.
Partai yang berkoalisi karena ideologi juga tidak akan mudah berpindah koalisi. "Dengan dua alasan itu, saya lihat sangat mungkin PKS pindah ke KIH," tegasnya.
Namun, tidak mudah bagi elit PKS untuk memutuskan pindah ke koalisi. Isu perpindahan koalisi yang ditandai dengan dimunculkannya isu pergantian Fahri Hamzah sebagai pimpinan DPR dan sikap PKS dalam kasus Setya Novanto di MKD yang tidak mendukung keputusan KMP.
Kedatangan Presiden PKS menemui Presiden Jokowi di Istana harus bisa dijelaskan oleh para elit kepada para pengurus PKS lainnya maupun kontituen PKS. Apabila PKS jadi pindah menjadi partai yang mendukung pemerintahan, maka hal ini tentunya akan punya dampak pada keterpilihan PKS dalam pemilu mendatang.
"Ketika PKS bertekad bergabung dalam KMP, kan juga tidak semua elit dan tidak semua kader dan konstituen setuju dengan keputusan itu. Jadi kalau pindah aliran, yah yang dulu tidak setuju dengan putusan DPP sekarang akan setuju dan begitu juga sebaliknya. Tinggal dilihat saja, massa nya lebih banyak yang mana," paparnya.
Menurutnya, para pemilih PKS yang rata-rata rasional tentunya akan sangat mempertanyakan alasan kependindahan ini terlebih saat ini pemerintahan yang dipimpin oleh Jokowi tidak berjalan baik. Para pemilih PKS tentunya akan bertanya-tanya alasan logis apa yang bisa diterima sehingga PKS mau bergabung dalam pemerintahan yang tidak berjalan dengan baik seperti saat ini.
"Di negara-negara yang politik dan demokrasinya relatif maju, agak lebih mudah mengisolasi penyebab dari persoalan seperti ekonomi, politik, sosial dan lainnya bahwa persoalan terjadi karena ketidakbecusan pemerintah. Ini kemudian biasanya bisa dikapitalisasi oleh oposis idemi keuntungannya.Tapi di Indonesia yang kondisinya tidak stabil masyarakat bisa dimanipulasi sehingga hal ini tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada pemerintah.Ini lah yang harus dijelaskan oleh elit PKS jika ingin pindah koalisi dan ini berat karena sifat konstituen PKS yang rasional tadi," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement