WE Online, Jakarta - Kebiasaan masyarakat Jakarta membuang sampah sembarangan telah menimbulkan dampak buruk. Bukan hanya menganggu secara estetika, tabiat buruk itu juga menimbulkan kerugian hingga jutaan rupiah.
Humas Taman Margasatwa Ragunan Wahyudi Bambang mengatakan pihaknya selalu mengalami bencana musiman setiap datang waktu liburan. Ia menjelaskan bahwa meningkatnya volume kehadiran pengunjung kerap dibarengi dengan peningkatan volume sampah berserakan di tempat itu.
"Sampah berserakan merupakan bencana musiman tiap musim liburan bagi tempat wisata seperti kami. Padahal, kami sudah imbau mereka untuk buang sampah pada tempat sampah. Kami juga sudah awasi mereka, tetapi masih banyak juga yang tidak peduli karena mereka masih juga buang sampah sembarangan," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bambang menuturkan hal yang paling ia khawatirkan dari tindakan para pengunjung tersebut adalah terganggunnya kesehatan hewan. Apalagi, imbuhnya, jika sampai ada pengunjung yang membuang sampah ke dalam kandang dan dimakan oleh hewan maka biaya yang harus dikeluarkan tentu tak sedikit. Ia mengatakan kerugian paling besar dari tindakan jorok tersebut adalah berkurangnya koleksi hewan di Ragunan.
"Sebenarnya kami sudah menyiapkan ratusan tong sampah di tempat ini. Selain itu, ada ratusan petugas kebersihan. Tapi, balik lagi ini soal kesadaran dari masyarakat itu sendiri," sesalnya.
Akibat buruk dari kebiasan membuang sampah sembarangan juga dialami oleh penduduk di Kampung Krukut, Pondok Labu, Jakarta. Karena terbiasa membuang sampai ke kali, tiap musim hujan kampung itu selalu terendam oleh banjir.
Ketua RT 012, Kampung Krukut, Sukarman, mengakui kebiasaan warganya membuang sampah sembarangan ke kali adalah salah satu penyebab terjadinya banjir di wilayah itu. Ia mengatakan sampah-sampah itu selalu menumpuk di bagian bawah jembatan di ujung kampung yang pada akhirnya akan menyumbat aliran air sehingga menyebabkan banjir. Ia mengatakan warga kampung itu mengalami kerugian hingga jutaan rupiah dari banjir tersebut.
"Kalau sudah banjir, kerugiaannya bisa jutaan rupiah. Banyak orang yang perabotannya terendam, motor terendam, mesin cuci, televisi. Terutama, pendatang baru sering tidak tahu jadi kalau hujan malam hari mereka tidur saja padahal di luar banjir. Tahu-tahu pagi hari motor mereka mogok, perabotan ngambang semua. Kalau penduduk lama sudah antisipasi," katanya.
Sukarman mengatakan dirinya kerap mengingatkan kepada warga untuk tidak membuang sampah ke kali, tetapi warga selalu berkilah jika tidak membuang sampah ke kali maka mereka tak tahu harus membuangnya ke mana lagi. Ia mengatakan dirinya sudah pernah meminta pemungut sampah datang ke kampungnya, tapi program itu kerap berhenti di tengah jalan.
"Pertama, kalau datangkan pemungut sampah berarti warga harus keluar uang buat membayar tukang sampah itu. Kedua, tukang sampah juga jarang-jarang datang ke sini karena tempat ini agak terpencil jadi jika berhari-hari tukang sampah tak datang maka warga buang sampah itu ke kali. Masak sampah mau ditumpuk-tumpuk di depan rumah tak ada yang ambil," paparnya.
Bank Sampah
General Manajer Yayasan Unilever Indonesia Sinta Kaniawati mengatakan PT Unilever Indonesia menyadari bahwa setiap industri bakal menghasilkan sampah dari barang yang diproduksi. Ia mengakui sampah tersebut dapat berdampak buruk ke lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Sebagai bentuk pengelolaan sampah secara tepat dan berkelanjutan, ia mengatakan pihaknya menyelenggarakan program yang disebut Bank Sampah.
"Selama 15 tahun, Yayasan Unilever Indonesia telah menjadi perpanjangan tangan Unilever Indonesia dalam upaya meningkatkan dampak positif kepada masyarakat, salah satunya melalui inisiatif program Bank Sampah," katanya.
Sinta mengatakan bahwa dengan program Bank Sampah ini maka pihaknya tidak hanya melipatgandakan bisnis perseroan, namun di saat yang sama juga mengurangi dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekaligus meningkatkan manfaat bagi masyarakat.
"Dalam Bank Sampah, kami melakukan sistem pengelolaan sampah secara kolektif dengan prinsip daur ulang yang berbasis komunitas. Seluruh kegiatan bank sampah dilakukan dari, oleh, dan untuk masyarakat di sekitar Bank Sampah," tegasnya.
Perlu diketahui, dalam program Bank Sampah merupakan suatu sistem pengelolaan sampah kering secara kolektif yang mendorong masyarakat untuk berperan serta aktif di dalamnya. Sistem ini akan menampung memilah, dan menyalurkan sampah bernilai ekonomi ke pasar sehingga masyarakat mendapat keuntungan ekonomi dari menabung sampah.
Untuk membentuk bank sampah, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu (1) pemilahan sampah sesuai dengan jenisnya yang dilakukan sejak dari sumbernya (rumah tangga); (2) tiap rumah memiliki sarana untuk mengumpulkan sampah kering terpilah; (3) menyediakan pengurus bank sampah; (4) membuat kesepakatan jadwal penjualan; (5) membuat sistem administrasi; dan (6) memiliki pengepul dengan jadwal pengambilan rutin.
Sementara itu, Governance & Corporate Affairs Director and Corporate Secretary PT Unilever Indonesia Tbk Sancoyo Antarikso mengatakan bahwa hingga tahun 2015 YUI berhasil membina 1.272 bank sampah mencakup 51.157 anggota nasabah dan mengumpulkan hingga 3.425 ton sampah di 10 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Denpasar, Makassar, Balikpapan, Banjarmasin dan Manado).
"Yayasan Unilever Indonesia berkomitmen untuk terus melanjutkan karyanya dalam membangun kemandirian secara berkelanjutan serta memasyarakatkan gaya hidup sehat dan lestari. Ini dilakukan untuk mencapai tiga target USLP pada tahun 2020; membantu meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup lebih dari satu miliar orang di seluruh dunia, menekan sampai separuh jejak lingkungan yang ditimbulkan oleh produk-produk Unilever, memasok 100% bahan baku pertanian dari sumber yang berkelanjutan serta meningkatkan penghidupan jutaan orang di seluruh dunia," pungkasnya.
Mendulang Uang
Dengan adanya program Bank Sampah tersebut bukan hanya dampak buruk dari sampah dapat diminimalisir, tetapi juga masyarakat dapat memanfaatkan keuntungan ekonomis. Bank Sampah Rosela di Rawa Barat yang merupakan binaan Unilever mendapatkan keuntungan ekonomis dari adanya program tersebut.
Ketua Bank Sampah Rosela Endarwati mengatakan sampah non-organik yang dikumpulkan dapat diolah kembali secara kreatif yang hasil produksinya bisa dijual. Ia mengatakan pihaknya dapat mengumpulkan 100 kilogram sampah per bulannya.
"Kegiatan ini turut meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota kami dari hasil daur ulang sampah menjadi tas, dompet, celemek, hiasan dan dekorasi sehingga mereka menjadi lebih mandiri dan kreatif," katanya.
Selain itu, Bank Sampah Malaka Sari di Duren Sawit, Jakarta Timur, juga memperoleh manfaat nyata dari adanya program tersebut. Bank Sampah ini mampu memperoleh pendapatan sebesar Rp5 juta per bulan dari mengolah ulang sampah yang dikumpulkan para nasabah.
Ketua Bank Sampah Malaka Sari Indah Prakoso mengatakan bahwa setiap barang buangan yang masih berguna bisa dikumpulkan dan ditabung di bank sampah. Ia mengatakan sampah yang sudah dipilah tersebut mampu memberi keuntungan yang cukup besar.
"Harga jualnya akan lebih tinggi dibandingkan setumpuk sampah non-organik yang belum dipilah. Plastik bisa diolah menjadi bijih plastik untuk diekspor sehingga tabungan warga semakin besar," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement