WE.CO.ID - Sejarah ekonomi mengkaji dua masalah utama, yaitu perubahan ekonomi secara angka dan kondisi masyarakat selama perubahan itu berlangsung.
Indonesia merupakan sebuah kenyataan bangsa yang mendiami geografis yang subur, namun pernah diperas oleh bangsa lain. Sebagai sebuah sejarah, kondisi ini lebih sering dikaitkan terhadap aspek politik Jawa dalam hubungannya dengan dunia internasional pada saat itu. Potret ekonomi sepanjang sejarah itu pun dirasakan sebagai bentuk eksploitasi penjajahan semata.
Padahal, potret ekonomi Indonesia secara menyeluruh penting pula diungkap. Hal ini tidak terlalu mengherankan karena cerita tentang politik terus direproduksi menjadi epic dalam politik kontemporer di Indonesia. Sementara, berbagai data mengenai ekonomi hanya tersusun rapi sebagai arsip di Belanda, sebagai mantan penjajahnya.
Beruntung ada satu buku yang mengulas sejarah perekonomian Indonesia sebelum merdeka secara komprehensif. Buku karya Jan Luiten van Zanden dan Daan Marks ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Buku ini mencoba menafsir data-data ekonomi sepanjang 210 tahun, sebagai potret perjalanan dan berbagai perubahan yang dialami Indonesia.
Data ekonomi Indonesia selama itu berhasil mereka kumpulkan karena sistem administrasi Belanda pada waktu itu sudah baik. Meskipun, pengumpulannya tidak secara berkesinambungan, namun kedua penulis buku ini mampu memanfaatkan metode proksi dalam menghitung tren perubahannya.
Sebenarnya agak terlalu naif data untuk menyebut data selama 210 tahun itu sebagai kinerja ekonomi Indonesia. Sebab, pada kenyataannya, perekonomian pada waktu itu merupakan ekonomi kolonial. Dalam hal ini, kedua penulis menyiasati penafsiran konteks zaman melalui pembacaan sosial.
Contoh yang baik soal itu adalah ketika kedua penulis menceritakan tingkat upah zaman kolonial yang sangat rendah, tetapi kehidupan masyarakat dapat rukun karena keteraturan negeri kolonial dapat dikontrol melalui metode tangan besi penjajah. Fenomena tersebut sangat mudah diidentifikasi dalam kebijakan Tanam Paksa, yang diformulasikan oleh seorang pegawai sipil tingkat tinggi, yakni Johannes van den Bosch.
Kebijakan tersebut diusulkan kepada Raja William I pada tahun 1829. Ia menilai komoditas dagang dari tanah Jawa tidak kompetitif di pasar internasional karena kalah bersaing dengan produk koloni lain di Karibia. Penyebabnya adalah biaya transportasi yang mahal dan ongkos produksi yang relatif lebih tinggi.
Sebagai sebuah inovasi, Bosch lantas membuat asumsi bahwa keluarga Jawa dapat hidup jika kepala keluarganya bekerja selama 120 hari kerja. Dalam terminologi modern, produktivitas budidaya padi yang tinggi juga berarti tidak adanya insentif untuk berpaling pada komoditas lain, seperti kopi dan gula.
Petani di Jawa ketika itu dinilai memiliki pilihan waktu luang yang luas, tetapi satu-satunya cara untuk mendorong ekspor pertanian adalah dengan menggunakan surplus waktu kerja para petani dengan memaksa menanam tanaman tertentu.
Dalam buku ini, dinamika kondisi seperti ini tetap dilihat sebagai capaian produktivitas dari tanah Jawa. Padahal, itu berarti untung bagi Belanda, tapi sengsara dan pas-pasan bagi petani.
Buku ini terdiri dari sembilan bab, dengan perkembangan Indonesia selama 210 tahun dianalisis dengan sumber perkiraan (proximate) pada tahun-tahun tertentu kinerja ekonomi Indonesia. Pendekatan kronologis banyak disisipkan kedua penulis dalam penerjemahan dinamika ekonomi.
Pembahasan separo buku berikutnya merupakan bahasan mengenai Indonesia sebelum dan setelah kemerdekaan. Data yang ditonjolkan dalam fase ini lebih bertitik tekan pada masa pemerintahan Soeharto dan pasca reformasi. Dalam membaca perubahan kepemimpinan di Indonesia, kedua penulis banyak mengambil sudut pandang secara sempit. Sehingga, banyak analisis yang cenderung tidak bebas nilai.
Perjalanan pencapaian ekonomi Indonesia memang sangat rumit. Paling tidak, buku ini mampu menyajikan hitungan data melalui pemodelan ekonomi. Dalam pembahasannya, kedua penulis juga melampirkan model matematis ekonomi yang dimaksud.
Buku ini merupakan buku akademik, yang secara spesifik masuk dalam kategori sejarah ekonomi. Banyak data hasil analisis disajikan penulis dalam bentuk tabel dan grafik, sehingga dapat membantu memahami inti dari penjelasan buku setebal 490 halaman ini.
JAJANG YANUAR HABIB
Foto: Gramedia
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fadjar Adrianto
Editor: Fadjar Adrianto
Tag Terkait:
Advertisement