Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Agenda Moratorium Izin Kehutanan Harus Diperkuat

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Penguatan agenda moratorium izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) oleh Pemerintah harus dilakukan di kawasan hutan dan lawan gambut demi penciptaan tata kelola yang lebih baik.

Pengampanye Politik Hutan Greenpeace Yuyun Indradi di Jakarta, Jumat (6/3/2015), mengatakan sangat penting melanjutkan dan memperkuat agenda moratorium izin di dalam kawasan hutan dan lahan gambut demi tata kelola yang lebih laik.

Pemerintah, lanjutnya, juga harus menutup berbagai celah hukum yang melegalkan konversi hutan alam dan gambut, memperketat pengawasan dan penegakan hukum, serta meninjau ulang berbagai kebijakan pembangunan yang justru mengancam lingkungan hidup dan hak-hak masyarakat.

Sebagai catatan, moratorium izin HPH yang dilakukan dimasa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono akan berakhir pada Mei 2015. Kebijakan moratorium ini sudah dilakukan sejak 2011, dan terbukti mampu menahan laju deforestasi hutan di Indonesia.

Sebelumnya anggota Tim Transisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Sari mengusulkan moratorium permanen untuk menyelamatkan 60 juta hektare (ha) hutan alam yang tersisa. "Awalnya kita punya 120,34 juta hektare hutan alam, sekarang sisanya 60 juta hektare. Moratoriumnya habis bulan Mei besok, banyak yang sudah minta itu dilanjutkan, tapi saya sih maunya 60 juta hektare tadi dipermanenkan saja tidak usah diapa-apakan," kata Agus.

Menurut dia, wilayah yang sudah dirubah menjadi bukan hutan sudah sangat luas dan itu sebaiknya dikelola dengan benar dan maksimal. Sedangkan 60 juta ha hutan alam yang tersisa tetap dipertahankan sehingga manfaatnya akan dirasakan di masa depan. "Masak nanti tidak ada manfaatnya (kalau dipertahankan yang masih alami), kan pasti ada manfaatnya di masa depan," ujar Agus.

Biaya yang dikeluarkan dunia sangat besar untuk mengurangi emisi karbon. Ia menyebut angka 30 miliar dolar AS per tahun total dana untuk mengurangi emisi karbon, dan hampir setengah emisi dunia dilepas hanya oleh dua negara, Indonesia dan Brasil. "Dan sepertiga dari emisi yang dikeluarkan dari dua negara penyumbang emisi terbesar tersebut dari Indonesia. Jadi ceritanya kita juara dalam merusak hutan dan menyumbang emisi," katanya.

Namun demikian, lanjutnya, Indonesia memiliki kesempatan besar mencegah peningkatan emisi dengan melakukan pencegahan kebakaran lahan dan hutan.

Sedangkan juru kampanye dari Forest Watch Indonesia Muhamad Kosar mengatakan laju deforestasi di Indonesia saat ini masih tinggi. Hal ini diakibatkan oleh kegiatan konversi dan alih fungsi, rendahnya kinerja usaha kehutanan, maupun konflik hutan dan lahan.

Tidak kunjung redanya persoalan ini didorong oleh kebijakan kehutanan yang bersifat kurang responsif dan tidak secara kuat menyentuh masalah pokok di sektor kehutanan yakni lemahnya tata kelola hutan, ujar dia. Dan koordinator Civil Society Forum Mida Saragih mengatakan perubahan iklim merupakan dampak akumulatif dari pembangunan yang tidak berkelanjutan.

Akar utama persoalan harus ditinjau dari pola produksi dan konsumsi yang hanya mementingkan keuntungan ekonomi melalui pengelolaan sumber daya alam yang sangat eksploitatif ditambah ketidakpekaan sistem ekonomi terhadap permasalahan ketidakadilan penguasaan sumber daya alam dan pembangunan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: