WE Online, Jakarta - Bank Indonesia menyatakan akan terus mengoptimalkan operasi moneter di pasar uang untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"BI setiap hari ada operasi moneter, bisa kita yang menyerap atau kita yang menambah likuiditas untuk menjaga kecukupan sistem keuangan kita," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (18/8/2015).
Mirza menjelaskan, operasi moneter tersebut dalam konteks bank sentral mengamati masih adanya kelebihan likuiditas valas untuk tenor jangka pendek. BI tidak menginginkan kelebihan likuiditas tersebut dipergunakan untuk pembelian valas untuk kegiatan yang spekulatif, yang kemudian dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah.
"Intinya, dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar, maka instrumen operasi moneter seperti reverse repo, SBI, dan sebagainya, akan kami optimalkan," ujar Mirza.
Berdasarkan data JISDOR BI, rupiah pada Selasa ini melemah menjadi Rp13.831 per dolar AS dibandingkan Jumat lalu Rp13.763 per dolar AS. Cukup dalam Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menilai pelemahan rupiah akhir- akhir ini secara fundamental sudah cukup dalam akibat sentimen global.
Menurut Perry Warjiyo, rupiah tidak semestinya melemah melihat angka defisit transaksi berjalan dan inflasi yang relatif rendah saat ini.
"BI itu tidak hanya khawatir, kita itu sudah mati-matian menjaga rupiah. Hari ini kita putuskan untuk perkuat langkah-langkah kita untuk menjaga stabilitas rupiah," ujar Perry.
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal. Pada triwulan II 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 2,47 persen (qtq) ke level Rp13.131 per dolar AS. Tekanan terhadap rupiah pada triwulan II tersebut dipengaruhi antisipasi investor atas rencana kenaikan suku bunga AS (FFR), dan Quantitative Easing ECB, serta dinamika perundingan fiskal Yunani.
Dari sisi domestik, meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan dividen sesuai pola musiman pada triwulan II 2015. Namun, tekanan tersebut tertahan oleh sentimen positif terkait kenaikan outlook rating Indonesia oleh S&P dari stable menjadi positif dan meningkatnya surplus neraca perdagangan.
Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa, sejalan dengan reaksi pasar global terhadap keputusan Tiongkok yang melakukan depresiasi mata uang Yuan, hampir seluruh mata uang dunia, termasuk Rupiah, mengalami tekanan depresiasi.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, rupiah mencatat pelemahan cukup dalam (overshoot) dan telah berada di bawah nilai fundamentalnya (undervalued).
"Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia telah dan akan terus berada di pasar untuk melakukan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujar Agus. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Achmad Fauzi
Tag Terkait:
Advertisement