Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenapa Indonesia Perlu 'Tax Amnesty'?

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito menyatakan bahwa hingga 30 September 2015, Dirjen Pajak baru berhasil merealisasi penerimaan sebesar Rp 686,2 triliun atau sekitar 53,02 persen dari target penerimaan sebesar Rp 1.294,2 triliun.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan pihaknya sangat prihatin dengan realisasi penerimaan pajak tersebut. Sebagai Sekretaris Panja Penerimaan Negara DPR RI, dia mengaku pihaknya menghitung maksimum penerimaan pajak 2015 hanya mencapai 77 persen.

"Artinya, defisit akan membengkak cukup besar. Mau tak mau pemerintah harus mencari alternatif pembiayaan baru, yakni dari utang. Itu kalau tak ada alternatif lain," kata Misbakhun dalam RDP bersama Dirjen Pajak di Komisi XI DPR, Kamis (8/10/2015).

"Sementara kita mau bicarakan tax amnesty saja, media massa sudah meributkan. Tak dilihat ini kepedulian DPR mencari jawaban atas shortfall serius seperti ini. Keinginan kita pengampunan pajak adalah ruang bagi Indonesia di sisa waktu dan di antara pilihan sulit yang ada," jelasnya.

Dilanjutkan Misbakhun, dari kejadian shortfall penerimaan negara tahun ini sebaiknya Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan RI berani menghitung ulang target penerimaan negara untuk RAPBN 2016. Tujuannya adalah demi memastikan kegiatan perekonomian tetap berjalan.

Dijelaskannya, dalam kondisi perekonomian negara yang menurun, target penerimaan negara tak boleh terlalu tinggi sebab target tinggi pasti berkonsekuensi pada semakin tingginya beban ke pengusaha dan ujungnya masyarakat.

"Jangan sampai target penerimaan pajak tinggi, realisasi pertumbuhan negatif, eh malah effort negara malah menyebabkan konstraksi luar biasa di dunia usaha. Akhirnya, semua bisa berantakan," imbuhnya.

Di RAPBN 2016, pemerintah menargetkan penerimaan pajak Rp1.318 triliun, naik 5,95 persen dari target 2015. Padahal, yang 2015 saja diprediksi defisit besar karena tak tercapai.

"Kalau perlu diturunkan, ya turunkan dong. Bagi saya, kalau mau ada relaksasi ini akan jadi insentif bagi dunia usaha karena dalam situasi ekonomi berat, tak mungkin mengejar pengusaha," kata Misbakhun sembari memastikan bahwa DPR tetap akan mendukung pemerintah bila target diturunkan.

"Contoh saja Amerika Serikat. Saat krisis 2008 semua perusahaan mereka di-bailout. Sampai beli mobil saja disubsidi, tapi lihat sekarang AS sudah kembali, masih tetap negara termaju. Hanya dalam enam tahun dia recover," kata Misbakhun.

Lebih jauh, Misbakhun mengingatkan target penerimaan negara terlalu tinggi juga akan berimbas kepada stigma negatif kepada pemerintahan Jokowi serta kepada para pejabat di Ditjen Pajak dan Bea Cukai.

"Kasihan saya sama pemerintah pusat. Target penerimaan tak tercapai, indikator makro tak tercapai. Karena apa? Kita sudah tahu itu takkan tercapai, tapi kita bikin target tinggi-tinggi. Mari kita bicara bersama, cari solusi bersama. Jangan sampai nanti Anda semua disalahkan secara kinerja dan politik. Padahal, masalahnya cuma karena target yang tidak masuk akal sejak awal," kata Politikus Golkar itu.

Ditambahkannya, penurunan target penerimaan itu akan menjadi sinyal positif bagi pengusaha karena mereka sadar takkan jadi target utama pemerintah lagi demi memenuhi target penerimaan.

"Kalau mau bukti penurunan, lihat saja industri rokok yang katanya inelastis dan tak mungkin turun. Kami sudah menerima laporan resmi mereka. Tahun ini produksi dan penjualan menurun. Kalau cukainya dipaksakan, PHK akan luar biasa. Sampoerna sudah melakukan. Yang lain juga. Nanti buruh mereka bagaimana? Mending kita tahan dulu," ungkapnya.

Dirjen Bea Dan Cukai Heru Pambudi memastikan pihaknya memang menurunkan target bea dan cukai untuk RAPBN 2016, yakni Rp186,52 triliun, turun dibandingkan target APBN-P 2015 yang sebesar Rp 194,99 triliun.

"Kita tetapkan target yang cukup realistis dengan kondisi terkini," kata Heru.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: