Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penambahan 19 Kursi DPR Dinilai Bebani Keuangan Negara

Penambahan 19 Kursi DPR Dinilai Bebani Keuangan Negara Kredit Foto: Antara/M Agung Rajasa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menolak rencana penambahan 19 kursi DPR RI, seperti dalam pembahasan Revisi UU Pemilu yang sedang bergulir. Musababnya, penambahan kursi wakil rakyat tidak berkorelasi dengan kinerja DPR yang selama ini terus terpuruk karena tidak sedikit yang terjerat kasus korupsi. Penambahan 19 kursi DPR juga dinilai hanya akan membebani keuangan negara di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang pelik.

Direktur Kopel Indonesia Syamsuddin Alimsyah menyatakan penambahan kursi DPR tidak relevan di tengah bertumpuknya permasalahan bangsa yang lebih genting. Lebih baik anggaran yang ditujukan untuk membiayai gaji legislator ditujukan kepada rakyat yang lebih membutuhkan.

"Pelayanan dasar harusnya menjadi pertimbangan utama DPR dalam menyusun kebijakan. Kepekaan sosial itu penting, bukan malah buta karena pengaruh nafsu kekuasaan," kata Syamsuddin dalam siaran persnya di Makassar, Selasa (30/5/2017).

Berdasarkan catatan Kopel Indonesia, program wajib belajar 12 tahun saja yang telah dicanangkan melalui RPJMN masih sulit terwujud. Salah satu penyebabnya adalah faktor infrastruktur pendidikan yang tidak tersedia. Bahkan, bila pun ada, sebagian besar tidak memadai. Dari 1,8 juta ruang kelas yang tersedia, sekitar 72 persen dalam kondisi rusak dan tidak layak pakai. Belum lagi jutaan anak yang selama ini terpaksa harus belajar dalam ruangan yang disekat ataupun di teras sekolah.

Bukan hanya ?itu, merujuk data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), tercatat ada 120 juta warga atau setara 47 persen penduduk Indonesia yang belum memiliki sanitasi layak. Selain itu, tercatat 95 juta warga atau setara dengan 37 persen penduduk Indonesia yang kesulitan akses air bersih.

"Nah, persoalan-persoalan tersebut harusnya menjadi titik perhatian dari para wakil rakyat," terang pria asal Sulsel tersebut.

Menurut Syamsuddin, perlu adanya gerakan ajakan melawan lupa bagi DPR agar para wakil rakyat bisa lebih peka terhadap sekitarnya. Dikhawatirkan, pihaknya penambahan kursi DPR akan membebani keuangan negara dan berujung pada pemangkasan anggaran pada lembaga/kementerian. Kopel Indonesia juga mempertanyakan argumentasi para wakil rakyat yang menyebut penambahan kursi DPR tidak membebani keuangan negara. DPR disebutnya seolah lupa bahwa sistem penggajian dihitung berdasarkan jumlah individu anggota DPR serta merujuk pada jabatan yang melekat dalam setiap individu para wakil rakyat.

"Itu artinya nilai belanja berupa gaji, tunjangan, dan keprotokoleran termasuk operasional kegiatan yang dialokasikan setiap tahun APBN harus dihitung berdasarkan jumlah anggota DPR. Bukan sebaliknya, nilai APBN yang ditetapkan lebih awal untuk dibagi rata bagi setiap anggota DPR. APBN tidak bisa dikalkulasi seperti membagi kue dalam satu piring yang harus sama rata dan sama rasa," urai Syamsuddin.

Menurut Syamsuddin, semestinya yang dilakukan para wakil rakyat adalah menata kembali sistem perhitungan jumlah anggota DPR yang selama ini ada banyak kekeliruan. Jika mengacu pada representasi atau keterwakilan jumlah penduduk misalnya, kata dia, ada beberapa daerah yang menempatkan wakil rakyat terlalu banyak, semisal Sulsel. Sebaliknya, daerah dengan padat penduduk, seperti Jabar, justru mengalami kekurangan.

Syamsuddin menegaskan penataan sistem keterwakilan anggota DPR sangat penting. Dengan kebijakan tersebut bisa ditata kembali mengenai mana daerah yang layak menempatkan banyak wakil rakyat maupun tidak. Termasuk, untuk pengaturan bagi daerah pemekaran, semacam Kaltara, sejatinya mengambil kursi dari daerah induk sesuai dengan perhitungan jumlah penduduknya.

"Bukan sebaliknya mengambil jalan pintar dengan menambah lagi jumlah kursi karena tidak akan pernah menyelesaikan persoalan dan pasti membebani APBN," tutur dia.

Berdasarkan data Kopel Indonesia, seorang wakil rakyat berhak membawa pulang duit ke rumah minimal Rp54,5 juta. Angka itu belum termasuk dana operasional listrik, tambahan tunjangan beras dan dana reses yang mencapai 150 juta sekali reses dengan jumlah lima kali dalam setahun. Beban lain adalah setiap anggota DPR dilengkapi tenaga ahli dan asisten pribadi yang semuanya digaji menggunakan uang negara.

"Jadi jelas setiap kali ada penambahan anggota DPR akan berimpilikasi pada penambahan beban keuangan negara," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: