Sekjen Forum Transparasi untuk Anggaran (FITRA) Yenni Sucipto mengatakan bahwa sesuai dengan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan dana Otsus Papua yang disetorkan pemerintah untuk pembangunan di wilayah Papua dan Papua Barat.
"Temuan BPK menyatakan dana otsus ini belum berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dan masyarakat Papua Barat," kata Yenni dalam kesempatan diskusi di Bilangan Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Yenni mengutip bahwa berdasarkan hasil audit BPK juga menunjukkan adanya penyimpangan dana Otsus Papua mencapai Rp4,12 triliun selama periode 2002-2010. Dari Rp19,12 triliun yang diperiksa Rp4,12 triliun di antaranya menyimpang penggunaannya menurut laporan BPK.
"Nyatanya, penyimpangan dana otsus tidak pernah ditangani secara serius oleh pemerintah. Tidak heran banyak desakan dari menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan," papar Yenni.
Menurut Yenni, BPK sendiri kesulitan untuk mengaudit realisasi dana otonomi khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat. Namun, persoalannya, apakah pemerintah mempunya keberanian politis untuk mengusut dugaan penyimpangan dana otsus di tangan gubernur, wali kota dan bupati di Papua dan Papua Barat.
Secara terpisah, anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil mengatakan, strategi pemerintahan Jokowi menjaga Papua tetap menjadi bagian dari NKRI adalah meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
"Upayakan ada kebijakan khusus untuk Papua, yang muaranya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. Ini penting demi NKRI. Jangan sampai seperti Catalan (Spanyol) atau Belfast (Irlandia)," kata Rizal.
Penulis buku "Papua, Otonomi untuk Rakyat" itu menyinggung implementasi UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Papua, yang masih jauh dari sempurna. Sejak 2002 sampai 2014, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana otsus untukm Papua sebesar Rp 57 triliun.
Ironisnya, dana yang cukup jumbo itu, tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. "Parameternya jelas yaitu IPM (Indeks Prestasi Manusia) dan angka kemiskinan, tidak turun. Jadi harus ditegaskan, Otsus Papua bukan untuk elite," katanya.
Patut diketahui, berdasarkan data statistik, IPM Papua pada 2002 berada di angka 60,1. Sepuluh tahun kemudian bergerak menjadi lebih dari lima poin menjadi 65,86. Artinya, kucuran dana otsus memang tidak berpengaruh signifikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo