Pengamat dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyarankan pemerintah agar meninjau kembali rencana revisi PP Nomor 52/2000 dan PP Nomor 23/2000 tentang Berbagi Jaringan dan Tarif Interkoneksi.
"Kebijakan yang kurang transparan dan berdalih demi persaingan sehat dalam rangka menyongsong era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini pada akhirnya justru berpotensi menimbulkan persaingan tidak sehat dan merugikan negara dari sisi pendapatan," kata Yustinus ketika berdiskusi dengan wartawan di Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2016).
Berdasar dengan pertimbangan tersebut ia menyarankan bahwa Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) baiknya menetapkan harga interkoneksi secara asimetris berbasis ongkos pemulihan dan coverage masing-masing operator secara berimbang. Karena jika diterapkan tarif simetris berpotensi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Menurutnya hal tersebut bisa memberikan ruang bagi provider tertentu yang memiliki biaya operator lebih rendah dari tarif koneksi, untuk menekan harga lebih rendah lagi sehingga terjadi perang harga.
Kemudian dari peraturan tersebut, bisa berpotensi membuat negara merugi dari sisi penerimaan negara. Perang harga yang tidak adil dapat menurunkan penjualan dan laba bersih, selanjutnya berdampak pada turunnya kontribusi PPN, PPh dan PNBP.
Estimasi potensial loss atas revenue industri sebesar Rp14 triliun. Penurunan kontribusi PNBP diperkirakan sebesar Rp245 miliar (1,75 persen x Rp 14 triliun). Lebih lanjut lagi akan terjadi penurunan penerimaan PPN sebesar Rp1,4 triliun dan PPh Badan sebesar Rp559 miliar.
"Yang jelas juga bisa turunnya daya saing perusahaan yang dipaksa berbagi jaringan, dapat menurunkan deviden sebagai bagian keuntungan pemerintah," kata Yustinus.
Penerapan kebijakan berbagi jaringan juga harus dilakukan dengan cermat melalui beberapa pertimbangan, yaitu seperti mempertimbangkan perbedaan kontribusi investasi antar provider atau perbedaan komitmen pembangunan BTS yang ditujukan terhadap wilayah yang belum ada layanan.
Rancangan Peraturan Pemerintah harus ditujukan untuk menggerakkan sektor strategis industri telekomunikasi dalam negeri dan mengakselerasi target 100 persen cakupan broadband Indonesia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: