Otoritas Jasa Keuangan (OJK) rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) perbankan hingga saat ini masih menunjukkan tren peningkatan. Hal ini tentu di luar perkiraan regulator yang sebelumnya memprediksi peningkatan NPL perbankan mencapai titik puncaknya pada semester I-2016.
Namun nyatanya hingga saat ini NPL perbankan gross masih berada pada kisaran 3,2 persen, lebih tinggi dari posisi sebelumnya yang berada di kisaran 3,1 persen.
"Karena ada beberapa sektor yang pemburukannya berlanjut. Itu kan sisa 2015 terutama datang dari sektor pertambangan dan sektor terkait dengan itu misalnya sewa menyewa alat berat, tranportasi dan sebagainya," sanggah Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad saat ditemui di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (13/10/2016).
Meskipun ada tren peningkatan NPL belum berakhir, Muliaman tidak terlalu mengkhawatirkan hal tersebut. Pasalnya perbankan telah meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk menyerap NPL.
"Tapi yang penting bank sudah membentuk percadangan yang memadai karena sebtulnya NPL net 1,4 persen dan tidak berubah 3-4 persen. Jadi lihat itu saja, karena NPL ini sudah cover cadangan yang mencukupi," paparnya.
Selain itu, kondisi perbankan juga diuntungkan dengan rasio kecukupan modal (CAR) yang jauh di bawah batas ketentuan, yaitu mencapai 23 persen. Sementara batas bawah yang ditentukan regulator yakni sebesar 8 persen. Namun, bukan berarti bank santai saja, perbankan diminta untuk siap menghadapi segala kemungkinan terburuk.
"CAR sudah 23 persen jadi tinggi sekali kapasitas mengabsord industri nasional. Jadi jangan khawatir, kapasitas bank untuk absord expected dan lost expected loses itu sudah disiapkan," tutur Muliaman.
Ke depan, dia melanjutkan, tren peningkatan kredit bermasalah akan sangat bergantung pada pertumbuhan kredit. Jika kredit tumbuh besar, NPL juga berpotensi meningkat lantaran komponen pembagi dalam perhitungannya juga naik.
Namun kondisi kredit saat ini sangat bergantung dari dampak pelaksanaan program pengampunan pajak alias tax amnesty dan besarnya dana asing yang masuk (capital inflow). Amnesti pajak diharapkan mendorong minat industri untuk investasi sehingga meningkatkan permintaan kredit. Efek lanjutannya, perbaikan ekonomi diharapkan bisa menurunkan NPL.
"Kami harap potensi pertumbuhan ekonomi kuartal 3 dan 4, kami masih terus pantau, beberapa pihak optimis tapi ada yang katakan relatively stagnan tapi kami lihat. Dengan optimisme tax amnesty dan capital inflow, semoga semua ini bisa dorong optimisme menutup 2016," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: