Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        DPD RI Minta Semua Pihak Tindaklanjuti Rekomendasi BPK

        DPD RI Minta Semua Pihak Tindaklanjuti Rekomendasi BPK Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta semua pihak terkait untuk menindaklanjuti rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tercantum dalam laporan Ikhtisar Hasil Pelaporan Semester I Tahun 2016.

        Jumlah entitas yang patuh melakukan tindak lanjut rekomendasi diharapkan meningkat agar pengelolaan keuangan negara menjadi optimal, demikian pernyataan Komite IV DPD RI yang disampaikan di Jakarta, Kamis (20/10/2016).

        Dalam rapat dengar pendapat dengan mantan auditor BPK Anggito Abimanyu dan Gunawan Sidauruk, Ketua Komite IV DPD Ajiep Padindang menjelaskan, Ikhtisar Hasil Pelaporan Semester (IHPS) merupakan laporan pemeriksaan pada semester yang ada di tiap instansi.

        Hasil IHPS memuat temuan hasil pemeriksaan, simpulan dan rekomendasi.

        Setelah IHPS diserahkan ke lembaga perwakilan maka lembaga perwakilan dan pejabat berkewajiban menjalankan rekomendasi dari BPK.

        "Diharapkan dari rekomendasi tersebut maka ke depan opini BPK terhadap instansi, kementerian atau lembaga bisa mewujudkan transparansi dan akuntabilitas bisa tercapai," katanya.

        Sementara itu, senator Sulawesi Barat Iskandar Muda berpendapat bahwa hanya 59 persen kementerian/lembaga yang menindaklanjuti rekomendasi BPK.

        Meskipun jumlah ini memang lebih dari target BPK yang hanya 50 persen, namun diharapkan ke depan akan lebih banyak lagi pihak yang menindaklanjutinya.

        Kebanyakan kementerian/lembaga hanya mengejar WTP, akan tetapi rekomendasi tindak lanjut diabaikan.

        Oleh karenanya, disarankan pemberian opini bukan hanya laporan keuangan saja, tetapi juga memperhatikan sejauhmana kinerja dari entitas itu untuk menindak lanjuti hasil pemeriksaan.

        "Kalo tidak memenuhi saran saya jangan dikasih WTP," ujarnya.

        Senator NTT Adrianus Garu mengatakan bahwa kinerja BPK saat ini belum maksimal karena pemilihan anggota BPK belum berbasis pada kompetensi, melainkan perwakilan dari partai politik.

        BPK masih terkesan alat politik partai dan yang terlibat adalah orang partai dan afiliasi.

        "Ini yang jadi masalah, sementara auditor bekerja berdasarkan perintah dari para anggota BPK yang memiliki kepentingan dengan parpol tertentu," katanya.

        Menanggapi hal itu, Gunawan Sidauruk menyampaikan bahwa jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK adalah bebas dan tidak terikat oleh pihak lain. BPK bebas melakukan pemeriksaan keuangan, kinerja dan kegiatan tertentu.

        "Saat ini BPK juga melakukan pemeriksa keuangan pada tiap kementerian dan lembaga," ujarnya.

        Menurut Gunawan, hingga kini masih banyak entitas yang belum menindaklanjuti rekomendasi dari BPK. Padahal jika dalam 60 hari tidak ada tindak lanjut maka menurut ketentuan UU bisa dikenakan sanksi dan ancaman.

        Sayangnya, lanjut dia, BPK belum berani melakukan sanksi karena setelah diserahkan maka lembaga perwakilanlah yang berkewajiban menindaklanjuti.

        Oleh karena itu, harus dipikirkan pihak yang berwenang untuk mengajukan atau memberikan sanksi kepada entitas jika yang bersangkutan tidak bisa menindaklanjuti rekomendasi.

        "Maka perlu dibicarakan kewenangan siapa untuk memberikan sanksi karena belum diatur oleh UU," kata Gunawan.

        Sedangkan Anggito Abimanyu berpendapat agar UU tentang BPK diubah, "Saya usulkan agar UU BPK diubah karena sudah tidak relevan lagi, dimana pertimbangan DPD atas calon anggota BPK seringkali tidak diperhatikan dalam proses penetapan Anggota BPK," katanya.

        Dia tidak meragukan para auditor di BPK. "Tetapi kalau anggota BPK sekarang dengan cara perekrutannya tidak akan menghasilkan yang terbaik," ujarnya.

        Anggito menyampaikan bahwa cara BPK saat ini belum efektif. Anggota BPK selalu ingin meningkatkan sinergi dengan lembaga pengawas tetapi DPR dan DPD sulit untuk melakukan pengawasan karena belum ada fasilitas aplikasi yang memudahkan untuk diakses.

        "Ke depan semoga bisa terwujud sebuah aplikasi yang memudahkan bagi anggota DPD RI dan DPR RI untuk melakukan pengawasan dengan aplikasi yang terhubung langsung dengan laporan hasil Pmeriksaan BPK terhadap daerah," katanya.

        Anggito berpendapat jika dalam lima tahun opini masih Wajar Dengan Pengecualian (WDP) maka ada indikasi pejabat terkait tidak mampu melakukan pencatatan keuangan yang kredibel dan sesuai dengan peraturan yang ada.

        "Maka solusinya pejabat tersebut harus diganti agar laporan keuangan bisa lebih baik dan tidak mengindikasikan adanya risiko bagi kerugian keuangan negara," ungkapnya. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sucipto

        Bagikan Artikel: