Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengapresiasi Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang menggelar konferensi pers untuk menjelaskan terkait dokumen tim pencari fakta kasus kematian Munir.
"Kontras secara organisasi berterima kasih kepada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan tim kabinetnya yang sudah menjelaskan secara kronologi proses penanganan, capaian dan kerja kerasnya untuk mengungkap kasus kematian Munir," kata Koordinator Kontras Haris Azhar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (25/10/2016).
Namun demikian, lanjutnya, Kontras menyayangkan alangkah baiknya jika penjelasan serupa juga bisa dilakukan jauh-jauh hari untuk mengingatkan pemerintahan Joko Widodo yang melanjutkan tongkat estafet penyelidikan kematian Munir, atas apa dan bagaimana langkah lanjutan yang harus dilakukan pada proses penegakan hukum yang belum selesai ini.
Haris memaparkan, bagi Kontras, kasus kematian Munir masih menyisakan ketidakjelasan dan kejanggalan, mengandung unsur dan peran kejahatan institusi.
"Pemerintahan hari ini tidak boleh berpangku tangan untuk mendiamkan dan seolah-olah bingung harus berbuat apa. Bagi kami, kasus kematian Munir memang belum selesai selama dokumen TPF hilang dan ada nama yang belum tuntas diselidiki hingga hari ini," katanya.
Untuk itu, Koordinator Kontras menegaskan bahwa membuka laporan TPF kematian Munir menjadi pekerjaan rumah yang besar dan serius, serta penting untuk membuktikan bahwa otoritas negara memiliki kemajuan dalam aspek dan indikator penegakan hukum dan perbaikan HAM.
Sebagaimana diwartakan, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pihaknya serius menindaklanjuti hasil kerja dan rekomendasi Tim Pencari Fakta kasus kematian pegiat hak asasi manusia Munir Said Thalib.
"Oleh karena itu saya pastikan bahwa yang kami lakukan dulu adalah tindakan juga serius, sungguh serius utamanya dalam konteks penegakan hukum," kata SBY di konferensi pers di Pendopo Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10).
Pada masa pemerintahannya, dia mengatakan semua pihak yang menyelidiki dan menangani kasus TPF Munir bekerja sesuai dengan kewenangan pejabat eksekutif dan ketentuan penegakan hukum.
"Tentu yang kami lakukan dulu ada sesuai dengan batas-batas kewenangan seorang pejabat eksekutif termasuk kewenangan yang dimiliki oleh para penyelidik, penyidik ataupun penuntut dalam arti kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," tuturnya.
Di tempat yang sama, mantan Sekretaris Kabinet yang juga mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan naskah laporan akhir Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian pegiat hak asasi manusia Munir sedang ditelusuri.
"Naskah laporan akhir TPF Munir saat ini sedang ditelusuri di mana keberadaannya," kata mantan Sekretaris Kabinet yang juga mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi.
Untuk penjelasan terkait polemik dokumen hasil investigasi TPF Munir, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin pertemuan antara mantan pejabat Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) selama dua pekan ini, sekaligus mendengarkan apa yang diingat oleh mantan ketua TPF Munir, Marsudi Hanafi.
Pada pertemuan antara pemerintah dengan TPF Munir pada akhir Juni 2005, Sudi menuturkan menurut ingatan Marsudhi ada sekitar enam eksemplar dalam bentuk salinan ("copy") yang diserahkan kepada pemerintah, yang secara simbolik naskah pertama diserahkan kepada SBY yang menjabat sebagai presiden saat itu.
Setelah pertemuan tersebut, SBY memerintahkan mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi untuk mendampingi Ketua TPF Munir, Marsudi guna memberikan pernyataan pers."Kami para mantan anggota KIB terkait, akan terus mencari di mana naskah-naskah tersebut disimpan," tuturnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil