Serikat Pekerja BUMN Keberatan pada Revisi PP 52 dan 53 Thn 2000
Tidak bisa dipungkiri salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sektor telekomunikasi, dimana sektor telekomunikasi bisa menjadi andalan untuk menopang pertumbuhan di tengah lesunya ekonomi Indonesia.
Hal ini terbukti di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi di kuartal I dan kuartal II tahun 2016, sektor telekomunikasi masih menunjukkan pertumbuhan yang positif yaitu 1,2%.
Arief Poyuono Ketua Umum?Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mengatakan, "Sebagai Negara berkembang memang wajar pertumbuhan di sektor telekomunikasi yang tinggi sangat menarik bagi korporasi asing untuk bisa menikmati pertumbuhan sektor telekomunikasi Indonesia dengan modal kecil, karena tidak membangun infrastruktur jaringan telekomunikasi, namun keuntungan sangat besar dan dibawa keluar Indonesia sebagai bentuk capital flight." ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (21/11/2016).
Lanjut Arief, kami meminta kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia beritikad baik menerima tanggapan dari kami terkait rancangan perubahan PP No 52 Tahun 2000 dan PP No 53 Tahun 2000.
"Perubahan 2 (dua) PP tersebut memang akan menarik asing untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia agar bisa merampok kue ekonomi Indonesia, dengan modal kecil untung besar dengan mempengaruhi pengambil kebijakan untuk membuat dan mengubah regulasi yang menguntungkan asing dan mematikan usaha korporasi nasional." terangnya.
Sebab, Arief mengungkapkan, Perubahan 2 (dua) PP tersebut hanya menguntungkan asing yang tidak mau mengucurkan modal untuk membangun jaringan telekomunikasi secara menyeluruh dan merata di Indonesia.
"Hal tersebut mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas yang seharusnya dikuasai oleh Negara dan dilindungi dari penguasaan asing." Tegasnya.
Perubahan 2 (dua) PP tersebut membuat operator telekomunikasi saling tunggu dalam membangun jaringan telekomunikasi khususnya di wilayah non-profit. Hal ini menyebabkan kesenjangan informasi, ekonomi, dan sosial, sehingga melahirkan gerakan separatis atau sekurang-kurangnya meningkatkan kriminalitas di wilayah tersebut.
"Perubahan tersebut akan merugikan BUMN sektor telekomunikasi yang telah mengeluarkan investasi besar untuk membangun jaringan telekomunikasi dengan nilai kerugian dalam 5 (lima) tahun mencapai Rp. 200 triliun." tambahnya
Selain merugikan BUMN dan Negara, perubahan 2 (dua) PP tersebut juga merugikan masyarakat khususnya di wilayah non-profit, karena tidak terpenuhinya hak masyarakat terhadap akses telekomunikasi.
Selanjutnya Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu sangat mengapresiasi perjuangan Kementerian BUMN yang sudah berusaha untuk menolak perubahan 2 (dua) PP tersebut karena banyak dampak negatif bagi ekonomi nasional dan BUMN.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil