Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam mengatasi masalah global yakni mengantisipasi dampak perubahan iklim.
"Rancangan Undang Undang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention on Climate Change atau Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai Perubahan Iklim telah disahkan menjadi undang-undang. Pengesahan yang relatif cepat ini, menunjukkan komitmen tinggi Pemerintah Indonesia," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, di Jakarta, Selasa (6/12/2016).
Dia mengatakan terdapat keterkaitan yang erat antara perubahan iklim dengan kehidupan umat dalam aktivitasnya, serta dihasilkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan dampaknya.
"Ini telah menjadi perhatian negara-negara di dunia, dan kepemimpinan Indonesia menjadi bagian penting dalam menghasilkan Bali Road Map pada COP 13 tahun 2007 dan terus menjadi pijakan COP 20 di Lima, Peru sampai ke COP 21 Paris tahun 2015 yang menghasilkan Persetujuan Paris," katanya lagi.
Orientasinya untuk meningkatkan upaya-upaya percepatan penanganan berbagai dampak perubahan iklim sebagai ancaman menjadi peluang dan manfaat bagi manusia di planet bumi, kata Siti pula.
Dalam upaya dan untuk penanganan atas perubahan iklim, maka negara-negara bersatu di bawah Konferensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Perubahan Iklim, guna menemukan jalan terbaik dan kompromi-kompromi dalam berbagi peran dan kewajiban.
Mitigasi dan adaptasi merupakan dua aspek kegiatan yang digunakan sebagai instrumen utama dalam menangani dampak-dampak perubahan iklim, kata dia pula.
Menurut Siti, keberhasilan implementasi dua instrumen utama tersebut sangat tergantung kepada dukungan pendanaan peningkatan kapasitas, teknologi, dan transparansi dalam rangka tata kelola yang berkelanjutan.
Sejalan dengan ketentuan Persetujuan Paris, NDC Indonesia juga perlu ditetapkan secara berkala.
Pada periode pertama, target NDC Indonesia adalah mengurangi emisi sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan menjadi 41 persen jika ada kerja sama internasional pada tahun 2030 yang akan dicapai antara lain melalui sektor kehutanan dan pertanian, energi termasuk transportasi, dan proses industri dan penggunaan produk serta limbah.
"Dalam penerapannya, pengejawantahan isi Persetujuan Paris dapat dilakukan pada tingkat individu, lembaga dan negara," katanya lagi.
Pada tingkat individu, setiap orang dapat menjadi agen perubahan dengan mengubah kebiasaan dan gaya hidup menjadi ramah lingkungan, serta menciptakan pola-pola kehidupan yang adaptif terhadap dampak perubahan iklim.
Pada tingkat lembaga dilakukan melalui penguatan kebijakan dengan menerapkan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi serta segala dukungannya.
Lalu, pada tingkat negara dukungan lembaga-lembaga negara dalam orientasi kebijakan, values atau nilai-nilai dan sasaran nasional atau ultimate goals secara konstitusionalitas, sebagaimana antara lain contoh dukungan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan Undang Undang tentang Pengesahan Persetujuan Paris.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada COP 21 UNFCCC di Paris, pada Desember 2015 menyatakan bahwa Persetujuan Paris harus mencerminkan keseimbangan, keadilan serta sesuai dengan prioritas dan kemampuan nasional sehingga perlu mengikat, berdimensi jangka panjang, ambisius namun tidak menghambat pembangunan negara berkembang. (Ant)
?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: